Dekskripsi
masalah : Kebiasaan dimasyarakat bahwa zakat fitrah itu 2,5 kg beras atau uang
seharga beras itu. Sepengetahuan saya, bahwa dalam kitab Fathul Mu'in
menyebutkan , zakat fitrah itu 1 sho' (1 sho' = 4 mud, 1mud = 1 liter lebih
sepertiga) dan yang dizakatkan adalah Gholibi quuti baladihi (makanan pokok
daerahnya).
Soal :
1. Benarkah zakat fitrah beras 2,5
kg tersebut?
2. Bolehkan dengan memakai uang
seharga beras? Bagaimanakah dalilnya?
3. Bagaimana sholatnya
sopir/pengemudi yang setiap harinya (waktu sholatnya) selalu diperjalanan?
Jawaban:
1.
Benar
2. Tidak
boleh, namun ada qoul yang memperbolehkan yaitu qoulnya Imam Bulqini dan qoul
ini boleh diikuti.
Keterangan dari kitab Ghoyatu
al- Talhishi al- Murad 112
أفتى
البلقيني بجواز إخراج الفلوس الجدد المسماة بالمناقر في زكاة النقد والتجارة قال
إن الذي اعتقده وبه اعمل وإن كان مخالفا بالمذهب الشافعي والفلوس انفع للمستحقين
وليس فيها غش كما في الفضة المغشوشة ويتضرر للمستحق إذا وردت عليه ولا يجد بدلا أه
ويسع المقلد تقليده لأنه من أهل التخريج والترجيح لاسيما إذا راجت الفلوس وكثرة
رغبة الناس فيها.
Imam al-Bulqiny telah berfatwa
tentang bolehnya mengeluarkan mata uang yang baru yang dinamakan dengan
al-Munaqir dalam hal zakat mata uang dan perdagangan. Pengarang kitab berkata:
"Sesungguhnya sesuatu yang Aku (pengarang) telah menyakininya, Aku
mengerjakanya meskipuin hal itu bertentangan dengan Madzhab al-Syafi'i , Dan
uang lebih bermanfaat bagi orang yang berhak menerima zakat sedangkan
didalamnya tidak ada unsur penipuan sebagaimana yang terjadi didalam permalsuan
(percampuran) perak yang bisa merugikan bagi pemiliknya ketika hal itu sampai
padanya sedangkan orang tersebut tidak emendapatkan penggatinya (selesai
perkataan pengarang). Dan pengikut mempunyai toleransi terhadap yang diikuti
karena Dia termasuk golongan ahli al-Tahrij dan al-Tarjih, Apalgi ketika uang
itu yang diharapkan dan manusia (masyarakat) lebih suka dengan hal tersebut.
3. Boleh diqoshor
حاشية
البيجورى جزء 1 صـ298
وخرج
بقولنا: ولم يختلف فى جواز قصره .من اختلف فى جواز قصره كملاح يسافر فى البحر ومعه
عياله فى سفينة ومن يديم السفر مطلقا كالساعى فإن الاتمام افضل له خروجا من خلاف
من اوجبه كالإمام احمد رضي الله عنه
1.
Bagaimana
hukumnya orang Islam yang menjadi hakim pada Pengadilan Negeri, di mana dalam
mengadili suatu perkara tidak didasarkan pada hukum Islam. Akan tetapi pada
ketentuan hukum positif, seperti KUHP, KUH Perdata, Hukum Adat dsb, yang mana
dalam ketentuan tersebut dimungkinkan adanya ketentuan yang tidak sejalan
dengan hukum Islam, misalnya pencuri di hukum penjara dan tidak dipotong
tangannya dst.
2. Bagaimana hukumnya Hakim yang menerima pemberian uang/hadiah
dari pihak yang berperkara:
a.
Bila
pemberian itu tidak diperjanjikan, diberikan sebagai ungkapan terima kasih atau
sekedar pemberian tanpa syarat-syarat tertentu.
b.
Bila pemberian
itu didasarkan pada syarat-syarat tertentu misalnya bila perkaranya
dimenangkan, padahal sebenarnya posisi pihak tersebut, secara hukum (hukum
positif/syariah) ada dipihak yang benar dan sudah seharusnya dimenangkan.
Bagaimana bila dalam hal:
3. Sang Hakim memenangkan perkara tersebut pada pihak yang
menjanjikan uang dan ia terpengaruh dengan pemberian itu?
a.
Sama sekali
tidak terpengaruh dengan hadiah.
4. Dalam memutuskan suatu perkara, putusan ditentukan oleh Majlis
Hakim yang terdiri dari tiga orang Hakim. Bagaimana hukumnya seorang Hakim dari
Majelis tersebut yang dalam mengambil putusan mempunyai pendirian benar tetapi
‘kalah suara’ dengan Hakim lain yang ‘nyeleweng’.
5.
Dalam
perkara tindak pidana subversi yan pelakunya Tokoh Agama, dalam banyak kasus secara
syariat tokoh agama yang menjadi terdakwa tersebut dapat dibenarkan bahkan
dapat diklarifikasikan sebagai tindakan jihad fi sabilillah. Akan tetapi
dipandang dari hukum positif dapat terjerat pasal-pasal UU anti subversi.
Bagaimana sikap yang harus diambil oleh Hakim (yang beragama Islam) yang
mengadili perkara tersebut: menghukum (sesuai UU), membebaskan (dengan
konsekwensi), meringankan hukuman, atau mengundurkan diri (biar diadili oleh
Hakim yang lain).
Jawaban:
1.
Jika hakim
yang memutuskan perkara dengan ketentuan hukum yang tidak sesuai dengan syariat
agama Islam menganggap halal terhadap ketentuan hukum tersebut, maka hukumnya
menjadi orang kafir. Jika dia tidak menganggap halal ketentuan hukum tersebut,
maka hukumnya dia menjadi orang fasiq; sedang fasiq itu adalah haram.
Disamping
itu perlu kita ketahui bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang dipakai di
pengadilan-pengadilan negeri diseluruh wilayah Indonesia sekarang ini sebagian
besar adalah masih warisan dari pemerintah penjajah Belanda, sehingga para ahli
hukum dari putera-putera bangsa Indonesia ini dituntut untuk segera menggali
sendiri hukum-hukum yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam.
2.
a.
Yang
memberi hadiah tidak berdosa, tetapi hukum yang menerimanya tetap berdosa.
b. Orang yang memberi hadiah serta hakim yang menerimanya sama-sama
berdosa.
Dasar pengambilan:
Kitab al-Bajuri juz 2
halaman 343
وَيَحْرُمُ
عَلَيْهِ قَبُولُ الرَّشْوَةِ وَهِيَ مَا يُبْذَلُ لِلْقَاضِى لِيَحْكُمَ بِغَيْرِ
الحَقِّ أو لِيَمْتَنِعَ مِنْ الحُكْمِ بِالحَقِّ لِخَبَرِ" لَعَنَ اللهُ
الرَّاشِ وَالمُرْتَشِ فِى الحُكْمِ". وَأَمَّ لَو دَفَعَ لَهُ شَيْئًا
لِيَحْكُمَ لَهُ بِالحَقِّ فَلَيْسَ مِنَ الرَّشْوَةِ المُحَرَّمَةِ, لَكِنَّ
الجَوَازَ مِنْ جِهَّةِ الآخِذِ, لأَنَّهُ لاَيَجُوزُ أَخْذُ شَيْءٍ عَلَى
الحُكْمِ سَوَاءٌ أُعْطِيَ شَيئًا مِنْ بَيْتِ المَالِ اَمْ لاَ فَمَا
يَأخُذُونَكَ مِنَ المَحْصُولِ حَرَامٌ.
... dan
haram atasnya menerima suap, yaitu apa yang diberikan kepada qadli/hakim agar
dia (qadli) menetapkan hukum dengan tidak benar, atau agar dia mencegah putusan
hukum yang berdasar kebenaran, karena hadist: Allah melaknat orang yang memberi
suap dan orang yang menerima suap dalam menetapkan hukum. Adapun andaikata
seseorang memberikan sesuatu kepada qadli agar qadli tersebut menetapkan hukum
baginya dengan benar, maka pemberian itu tidak termasuk suap yang diharamkan;
akan tetapi ketidak haraman tersebut dari pihak orang yang memberi dan bukan
dari pihak orang yang menerima, karena qadli itu tidak boleh menerima sesuatu
pemberian karena menetapkan hukum, baik dia diberi sesuatu dari baitul maal
atau tidak. Sehingga apa yang mereka ambil dari apa yang dihasilkan adalah
haram.
3. Hakim tersebut sudah tidak berdosa, manakala dia telah
menyatakan atau mengemukakan hukum yang benar pada sidang majelis hakim.
4. Dia harus menghukumi (menetapkan hukum) sesuai dengan ketentuan
undang-undang. Karena jihad fi sabilillah itu tidaklah dengan jalan melakukan
tindakan subversi yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan ketentraman
masyarakat; tetapi dengan jalan mendakwakan ajaran agama Islam yang benar
kepada masyarakat, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi saw, para Khulafaur
Rasyidin dan para wali songo
Deskripsi
masalah : Rangkaian bacaan tahlil ini sangat bagus sekali, sebab yang dibaca
adalah kalimah-kalimah thoyibah dan ayat-ayat suci al-Quran. Hanya saja dalam
teknis pelaksanaanya biasanya di desa-desa pada hari-hari tertentu. Sebagai
contoh: umpamanya ada orang meninggal dunia kemudian dibacakan tahlil sampai
tujuh hari terus disusul hari keempat puluh dan terakhir mendak pindho
(nglepas) setelah waktu dua tahun.
Soal :
1.
Apakah hal
tersebut memang ada dasar hukumnya dari agama Islam (al Quran-Hadist). Karena
ada yang berkomentar bahwa itu adalah merupakan sinkretisme antara ajaran Islam
dan non-Islam.
2. Bagaimanakah hukumnya bertawasul dalam berdoa dengan orang-orang
yang telah wafat yang notabenenya mereka kita yakini shalih.
Jawaban:
1.
Dasar hukum
yang menerangkan bahwa pahala dari bacaan yang dilakukan oleh keluarga mayit
atau orang lain itu dapat sampai kepada si mayit yang dikirimi pahala dari
bacaan tersebut adalah banyak sekali. Antara lain hadist yang dikemukakan oleh
Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya,
Yas aluunaka fid Diini wal Hayaah juz 1 halaman 442, sebagai berikut:
وَقَدِ
اسْتَدَلَّ الفُقَهَاءُ عَلَى هَذَا بِأَنَّ أَحَدَ الصَّحَابَةِ سَأَلَ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا
نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنُحَجُّ عَنْهُمْ وَنَدعُو لَهُمْ هَلْْ يَصِلُ
ذَلِكَ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ
لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُمء بِالطَّبَقِ إِذَا أُهْدِيَ
إِلَيْهِ!
Sungguh
para ahli fiqh telah mengambil dalil atas kiriman pahala ibadah itu dapat
sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, dengan hadist bahwa
sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, seraya
berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah untuk keluarga kami
yang sudah mati, kami melakukan haji untuk mereka dan kami berdoa bagi mereka;
apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah bersabda:
Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar akan sampai kepada mereka dan
sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dengan kiriman pahala tersebut,
sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dengan hadiah apabila
hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!
Hanya saja dalam kitab Fatawa
al-Kubra juz 2 halaman 7 diterangkan bahwa menempatkan selamatan mayat para
hari ke-3 dan seterusnya, hukumnya adalah bid’ah yang makruh. Kecuali jika
selamatan tersebut dilakukan dengan memaksakan diri (takalluf) sampai berhutang
atau mempergunakan harta warisan anak yatim atau lainnya yang dilarang agama,
maka hukumnya haram.
Adapun orang yang memberi komentar
bahwa hal tersebut adalah sinkretisme antara ajaran agama Islam dengan
non-Islam, maka sebenarnya orang tersebut tidak memahami sistem dakwah yang
dilakukkan oleh Rasulullah saw, yang hanya memberikan bimbingan dan pengarahan
terhadap kebudayaan dari bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam yang
bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Sehingga tidak lagi bertentangan
dengan pokok-pokok ajaran agama Islam. Sehingga karenanya, maka komentar
tersebut tidak perlu diperhatikan.
2. Hukumnya boleh, sebab mukjizat dari para nabi, karomah dari para
wali dan maunah dari para ulama shaleh itu tidak terputus dengan kematian
mereka. Dalam kitab Syawahidul Haq, karangan Syeikh Yusuf Ibn Ismail
an-Nabhani, cetakan Dinamika Berkah Utama Jakarta, tanpa tahun, halaman 118
disebutkan sebagai berikut:
وَيَجُوزُ
التَّوَسُّلُ بِهِمْ إلَى اللهِ تَعَالَى ، وَالإِسْتِغَاثَةُ بِالأنْبِيَاءِ
وَالمُرْسَلِيْنَ وَالعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ بَعْدَ مَوتِهِمْ لأَنَّ
مُعْجِزَةَ الأَنْبِيَاءِ وَكَرَمَاتِ الأَولِيَاءِ لاَتَنْقَطِعُ بِالمَوتِ.
Boleh
bertawassul dengan mereka (para nabi dan wali) untuk memohon kepada Allah taala
dan boleh meminta pertolongan dengan perantara para Nabi, Rasul, para ulama dan
orang-orang yang shalih setelah mereka wafat, karena mukjizat para Nabi dan
karomah para wali itu tidaklah terputus sebab kematian
Soal :
1.
Bagaimana
hukumnya bila memegang disket computer yang berisi ayat-ayat al-Quran, dalam
keadaan tidak mempunyai wudlu? Mohon dijelaskan beserta dalil nashnya!
2. Seumpama disket computer tersebut dilayarkan ke dalam monitor
computer, apakah boleh memegang tanpa wudlu ke monitor tersebut? Kalau boleh,
apakah ada dasarnya dari kitab/sunnah? Kalau tidak boleh, apa ada dasarnya dari
kitab/sunnah?
3. Bagaimana terhadap pandangan Islam tentang ayat-ayat al-Quran
yang ada di dalam disket computer itu?
4. Apakah boleh saya letakkan ke dalam kantong celana seperti
disket-disket yang lainnya?
Jawaban:
1.
Jika
ayat-ayat al-Quran yang direkam dalam disket tersebut dapat dikatakan tulisan,
maka hukumnya haram; apabila tidak dapat dikatagorikan tulisan, maka hukumnya
tidak haram, berdasarkan keterangan dari kitab Nihayatuz Zain halaman 32
sebagai berikut:
وَرَابِعُهَا
مَسُّ المُصْحَفِ وَلَو بِحَائِلٍ ثَخِيْنٍ حَيْثُ عُدَّ مَاسًّا لَهُ عُرْفًا,
وَالمُرَادُ بِالمُصْحَفِ كُلُّ مَا كُتِبَ فِيْهِ شَيْءٌ مِنَ القُرْآنِ بِقَصْدِ
الدِّرَاسَةِ كَلَوحٍ أو عَمُودٍ, او جِدَارٍ كُتِبَ عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ
القُرْآنِ لِلدِّرَاسَةِ فَيَحْرُمُ مَعَ الحَدَثِ حِيْنَئِذٍ.
Yang
keempat dari hal-hal yang diharamkan sebab hadast kecil adalah menyentuh mushaf
meskipun dengan lapis yang tebal, sekira orang yang menyentuh dengan lapis
tersebut dihitung sebagai orang yang menyentuh mushaf menurut adat kebiasaan.
Yang dimaksud dengan mushaf adalah segala sesuatu yang padanya ditulis sesuatu
dari al-Quran dengan maksud untuk belajar, seperti batu tulis atau tiang atau
tembok yang ditulisi sesuatu dari al-Quran untuk tujuan belajar, maka haram
menyentuh beserta hadast pada waktu itu.
2. Tidak boleh, sebab layar monitor dari komputer tersebut sudah
bertuliskan ayat-ayat al-Quran, sehingga seluruh monitor tersebut hukumnya
menjadi mushaf.
Dasar
pengambilan
Kitab Nihayatuz Zain halaman 32, sebagai berikut:
فَيَحْرُمُ
مَسُّهُ مَعَ الحَدَثِ حِينَئِذٍ سَوَاءٌ فِى ذَلِكَ القَدَرِ المَشْغُولٌ
بِالنُّقُوشِ وَغَيْرِهِ كَالهَامِشِ, وَمَا بِيْنَ السُّطُورِ وَيَحْرُمُ ايْضًا
مَسُّ جِلْدِهِ المُتَّصِلِ بِهِ.
Maka
haram menyentuh mushaf beserta hadast pada waktu itu, baik dalam ukuran
tersebut adalah bagian yang penuh dengan tulisan atau lainnya, seperti
pinggirnya, dan apa yang ada diantara baris-baris tulisan. Haram juga menyentuh
kulitnya yang bersambung dengan mushaf.
3. Agama Islam tetap memandangnya sebagai firman Allah yang harus
dihormati, dimuliakan dan diagungkan.
4. Meletakkan disket al-Quran dalam kantong celana adalah memberi
kesan menyamakan disket tersebut dengan disket-disket lainnya yang berisi
permainan (game), sehingga menunjukkan kurangnya penghormatan kepada al-Quran.
Dasar
pengambilan
Kitab Qomiut Tughyan halaman 8 sebagai berikut:
وَالشُّعْبَةُ
التَّاسِعَةَ عَشَرَ تَعْظِيْمُ القُرْآنِ وَاحتِرَامُهُ ... إلَى أنْ قَالَ:
وَأنْ لاَ يَضَعَ فَوقَهُ شَيْئًا مِنَ الكُتُبِ حَتَّى يَكُونَ أبَدًا عَالِيًا
عَلَى سَائِرِ الكُتُبِ.
Cabang
iman yang ke 19 adalah mengagungkan al-Quran dan menghormatinya… sampai pada
ucapan pengarang: … dan agar jangan meletakkan sesuatu diatas mushaf al-Quran
sesuatu dari kitab-kitab lainnya, sehingga mushaf al-Quran itu selamanya berada
diatas seluruh kitab-kitab
Deskripsi masalah :
Di desa kami, Simpang Wetan Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan, ada sebuah masjid kuno yang terletak di tepi jalan
raya, sehingga apabila sewaktu-waktu ada pelebaran jalan, pasti masjid tersebut
akan digusur. Untuk mengantisipasi hal tersebut, takmir masjid membentuk
panitia pembangunan yang melakukan pemugaran total, dengan cara:
§ Separo dari masjid tersebut, yaitu bagian depan, akan dijadikan
halaman dan tempat parkir, karena masjid tersebut sekarang ini tidak mempunyai
halaman dan tempat parkir. Dengan demikian, halaman yang asalnya masjid
tersebut kemungkinan besar akan terkena najis.
§ Separo dari masjid bagian depan yang dijadikan halaman tersebut,
diganti dengan tanah tanah wakaf yang berada di belakang masjid tersebut.
Kemudian masjid yang baru dibuat dua tingkat dan tingkat yang kedua berbentuk letter
U, sehingga masjid masjid menjadi lebih megah dan lebih besar kapasitasnya
menapung jama'ah.
Soal :
1.
Bolehkah
menukar tanah wakaf masjid ?
2. Bagaimana hukum merubah fungsi tanah yang semula berupa masjid
menjadi halaman masjid atau tempat parkir untuk kemaslahatan masjid tersebut?
Jawaban:
Dalam masalah ini terdapat
perbedaan pendapat di antara para ulama' sebagai berikut:
1.
Hukum
menukar tanah wakaf masjid:
a.
Menurut
madzhab Syafi'i tidak boleh!
b.
Menurut
madzhab boleh, dengan syarat:
§
Tanah wakaf
tersebut ditukar dengan yang lebih baik manfaat dan kegunaannya.
§
Manfaat dan
kegunaan yang lebih baik seperti tersebut di atas harus berdasarkan putusan
seluruh pengurus takmir masjid dan para ulama setempat.
c.
Menurut
madzhab Hambali, jika fungsi dari bagian depan masjid yang akan dijadikan
halaman atau tempat parkir tersebut tidak mungkin dapat dipertahankan
keabadiannya; karena keberadaan masjid di tepi jalan itu mutlak memerlukan
halamman dan tempat parkir untuk menjaga keselamatan para pengunjung masjid
dari kecelakaan lalu lintas dan kemungkinan ada pelebaran jalan, maka hukumnya
boleh.
2. Hukum tanah yang semula berfungsi sebagai masjid, kemudian
berubah menjadi halaman atau tempat parkir:
a.
Menurut
madzhab Syafi'i, tanah tersebut hukumnya tetap seperti hukum masjid, sehingga
tidak boleh ada wanita yang sedang haidl berada di halaman tersebut dan
hukum-hukum masjid lainnya.
b. Munurut madzhab Hanafi, setelah tanah tersebut diputuskan
menjadi halaman masjid, maka hukumnya seperti halaman masjid yang lain yang
tidak sama dengan hukum masjid.
c.
Menurut
madzhab Hambali, setelah tanah tersebut berubah fungsinya menjadi bukan masjid,
maka hukumnya juga berubah.
Dasar Pengambilan:
1.
Kitab I'aanatut
Thaalibiin juz III halaman 181:
وَلاَ يَنْقُضُ الْمَسْجِدُ
اَيِ الْمُنْهَدِمُ الْمُتَقَدِّمُ ذِكْرُهُ فِى قَوْلِهِ " فَلَوِ انْهَدَمَ
مَسْجِدٌ " ، وَمِثْلُ الْمُنْهَدِمِ اَلْمُتَطِّلُ . ( وَالْحَاصِلُ ) اَنَّ
هذَا الْمَسْجِدَ الَّذِى انْهَدَمَ اَىْ اَوْ تَعَطَّلَ بِتَعْطِيْلِ اَهْلِ
الْبَلَدِ لَهُ كَمَا مَرَّ لاَ يُنْقَضُ اَىْ لاَ يُبْطَلُ بِنَاؤُهُ بِحَيْثُ
يُتَمَّمُ هَدْمُهُ فِىْ صُوْرَةِ الْمَسْجِدِ الْمُنْهَدِمِ اَوْ يُهْدَمُ مِنْ
اَصْلِهِ فِى صُوْرَةِ الْمُتَعَطَّلِ ؛ بَلْ يَبْقَى عَلَى حَالِهِ مِنَ
الاِنْهِدَامِ اَوْ التَّعْطِيْلِ . وَذلِكَ لإِمْكَانِ الصَّلاَةِ فِيْهِ وَهُوَ
بِهذِهِ الْحَالَةِ وَلإِمْكَانِ عَوْدِهِ كَمَا كَانَ .
"Dan tidak boleh masjid
dirusak. Artinya, masjid yang roboh yang telah disebutkan sebelumnya dalam
ucapan mushannif "Maka andaikata ada sebuah masjid yang roboh".
Masjid yang menganggur adalah seperti masjid yang roboh. Walhasil, sesungguhnya
masjid yang telah roboh ini, artinya, atau telah menganggur sebab dianggurkan
oleh penduduk desa tempat masjid tersebut berada sebagaimana keterangan yang
telah lalu, maka masjid tersebut tidak boleh dirusak, artinya bangunannya tidak
boleh dibatalkan dengan jalan disempurnakan penghancurannya dalam bentuk masjid
yang roboh, atau dihancurkan mulai dari asalnya dalam bentuk masjid yang
dianggurkan. Akan tetapi hukum masjid tersebut tetap dalam keadaannya sejak
roboh atau menganggur. Yang demikian itu ialah karena masih mungkin melakukan
shalat di masjid tersebut dalam keadaannya yang roboh ini dan masih mungkin
mengembalikan bangunannya seperti sediakala".
2. Kitab As Syarqawi juz II halaman 178:
وَلاَ يَجُوْزُ
اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا وَاِنْ خَرَبَ ، خِلاَفًا لِلْحَنَفِيَّةِ .
وَصُوْرَتُهُ عِنْدَهُ اَنْ يَكُوْنَ الْمَحَلُّ قَدْ آلَ اِلَى السُّقُوْطِ
فَيُبْدَلُ بِمَحَلٍّ آخَرَ اَحْسَنَ مِنْهُ بَعْدَ حُكْمِ حَاكِمٍ يَرَى
صِحَّتَهُ .
"Tidak boleh menukarkan
barang wakaf menurut madzhab kami (Syafi'i), walaupun sudah rusak. Berbeda
dengan madzhab Hanafi yang membolehkannya. Contoh kebolehan menurut pendapat
mereka adalah apabila tempat yang diwakafkan itu benar-benar hampir longsor,
kemudian ditukarkan dengan tempat lain yang lebih baik dari padanya, sesudah
ditetapkan oleh Hakim yang melihat kebenarannya".
3. Kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 512:
اَرَادَ اَهْلُ
الْمَحَلَّةِ نَقْضَ الْمَسْجِدِ وَبِنَاءَهُ اَحْكَمَ مِنَ الاَوَّلِ ، إِنِ
الْبَانِى مِنْ اَهْلَ الْمَحَلَّةِ لَهُمْ ذلِكَ ، وإِلاَّ فَلاَ .
"Penduduk suatu daerah ingin
membongkar masjid dan membangunnya kembali dengan bangunan yang lebih kokoh
dari yang pertama. Jika yang membangun kembali masjid tersebut adalah penduduk
daerah tersebut, maka hukumnya boleh, dan jika tidak maka hukumnya tidak
boleh".
4. Kitab Syarhul Kabir juz III halaman 420:
فَاِنْ تَعَطَّلَتْ
مَنَافِعُهُ بِالْكُلِّيَّةِ كَدَارٍ اِنْهَدَمَتْ اَوْ اَرْضٍ خَرَبَتْ وَعَادَتْ
مَوَاتًا لَمْ يُمْكِنْ عِمَارَتُهَا اَوْ مَسْجِدٍ اِنْتَقَلَ اَهْلُ الْقَرْيَةِ
عَنْهُ وَصَارَ فِى مَوْضِعٍ لاَ يُصَلَّى فِيْهِ اَوْ ضَاقَ بِاَهْلِهِ وَلَمْ
يُمْكِنْ تَوْسِيْعُهُ فِى مَوْضِعِهِ ، فَاِنْ اَمْكَنَ بَيْعُ بَعْضِهِ
لِيُعَمَّرَ بَقِيَّتُهُ جَازَ بَيْعُ الْبَعْضِ وَاِنْ لَمْ يُمْكِنِ
الإِنْتِفَاعُ بِشَيْءٍ مِنْهُ بِيْعَ جَمِيْعُهُ .
"Jika manfaat dari wakat
tersebut secara keseluruhan sudah tidak ada, seperti rumah yang telah roboh
atau tanah yang telah rusak dan kembali menjadi tanah yang mati yang tidak
mungkin memakmurkannya lagi, atau masjid yang penduduk desa dari masjid
tersebut telah pindah; dan masjid tersebut menjadi masjid di tempat yang tidak
dipergunakan untuk melakukan shalat, atau masjid tersebut sempit dan tidak
dapat menapung para jama'ah dan tidak mungkin memperluasnya di tempat tersebut,
... jika mungkin menjual sebahagiannya untuk memakmurkan sisanya, maka boleh
menjual sebahagian. Dan jika tidak mungkin memanfaatkannya sedikitpun, maka
boleh menjual seluruhnya".
1.
Bagaimana
hukumnya perkawinan wanita hamil, yang hamilnya sulit untuk dinisbatkan
sebelum/sesudah cerai mati/hidup sudah jelas kumpul tidur dengan laki-laki
lain? Mohon dijelaskan berkenaan dengan iddah dari wanita tersebut.
2. Kalau anak yang lahir dari wanita tersebut (no.1) perempuan,
siapakah yang berhak menjadi wali nikahnya?
3. Bagaimana hukumnya wanita hamil (perkawinannya) yang jelas
hamilnya hasil zina dengan laki-laki lain, karena wanita itu tak punya suami?
Mohon dijelaskan berkenaan dengan apakah wanita itu memiliki masa iddah atau
tidak?
4. Kalau wanita tersebut (no.3) melahirkan anak perempuan, siapakah
yang berhak menjadi wali nikahnya?
5.
Kalau suatu
perkawinan (sudah dilaksanakan) yang menurut hasil pemeriksaan secara Islam
(sebelum dikawinkan) sudah memenuhi syarat dan rukun nikah, tapi setelah
selesai beberapa hari dari akad nikah ternyata penentuan walinya salah (tidak
sengaja) akibat ada informasi baru dari pihak keluarga yang dapat dibenarkan
secara hukum Islam. Hasil pemeriksaan sebelumnya: yang berhak menjadi wali
adalah wali hakim, karena dari wali nasab tidak ada sama sekali atau ada tapi
tidak memenuhi syarat sebagai wali, maka:
a.
Bagaimana
hukumnya perkawinan tersebut?
b.
Bagaimana
cara mengatasinya?
c.
Dalam
keadaan yang tidak disengaja, dosakah pemeriksa/wali hakimnya yang mengawinkan,
yang sudah mendapat izin mengawinkan dari pihak mempelai perempuan?
6. Bagaimana hukumnya wali hakim/muhakkam dalam perkawinan berwakil
kepada orang lain?
Jawaban:
1.
Dalam hal ini
harus dilihat lebih dahulu perceraian wanita tersebut dengan suaminya. Jika
cerai karena suaminya mati, maka iddahnya 4 bulan 10 hari, sebagaimana firman
Allah dalam surat al-Baqarah ayat 134; dan jika cerai hidup, maka iddahnya
adalah 3 kali suci, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 228.
Kemudian
kita teliti kehamilan wanita tersebut. Jika janin yang ada dalam perut wanita
tersebut sudah berumur 4 bulan misalnya, sedangkan dia baru 6 bulan dicerai
atau ditinggal mati suaminya, maka berarti kehamilan tersebut dimulai pada
waktu wanita tersebut masih dalam waktu iddah; dengan demikian maka janin yang
ada dalam perutnya dinisbatkan kepada suaminya yang mati atau menceraikannya,
sehingga wanita tersebut harus menjalani iddah sampai melahirkan anaknya.
Jika
kehamilannya mulai sesudah iddahnya dari suaminya yang mati atau menceraikannya
habis, maka janin yang ada dalam perutnya dihukumi sebagai hasil dari zina
dengan laki-laki lain yang mengumpulinya. Dalam hal ini wanita tersebut tidak
memiliki iddah meskipun dalam keadaan hamil, artinya boleh dikawin oleh lelaki
lain.
2. Jika janinnya dapat dinisbatkan kepada suaminya yang mati atau
menceraikannya, maka walinya adalah wali nasab. Jika janinnya adalah hasil
zina, maka yang menjadi wali nikahnya adalah hakim, karena anak tersebut hanya
dapat dinisbatkan kepada ibunya saja.
3. Wanita yang hamil dari zina tidak mempunyai iddah, sehingga dia
boleh dikawini oleh laki-laki yang berzina dengannya atau laki-laki lain dalam
keadaan hamil.
Dasar
pengambilan:
a.
Kitab
al-Madzahibul Arbaah juz 4 halaman 523
أمَّ
وَطْءُ الزِّنَا فَإِنَّهُ لاَ عِدَّةَ فِيْهِ وَيَحِلُّ التَّزْوِيْجُ
بِالحَامِلِ مِنَ الزِّنَا وَوَطْءُهَا وَهِيَ حَامِلٌ عَلَى الأصَحّ وَهَذَا
عِنْدَ الشَّافِعى.
Adapun
wathi zina (hubungan seksual di luar nikah), maka sama sekali tidak ada iddah
padanya. Halal mengawini wanita yang hamil dari zina dan menyetubuhinya
sedangakan di dalam keadaan hamil menurut pendapat yang lebih kuat. Pendapat
ini adalah menurut madzhab Syafii.
b. Kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 201
(مسألَة ش)
وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحامِلِ مِنَ الزِّنَا سَوَاءٌ الزَّانِى أو غَيْرُهُ
وَوَطْءُهَا حِينَئِذٍ مَعَ الكَرَاهَةِ.
(Masalah
Syin) Boleh menikahi wanita hamil dari zina, baik oleh laki-laki yang berzina
dengannya atau orang lain; dan boleh menyetubuhi waktu itu dengan hukum makruh.
4. Yang berhak menjadi wali adalah hakim.
Dasar
pengambilan:
Kitab Sunan Ibn Maajah juz 1
halaman 605
...
فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَالِيَ لَهُ.
…maka
sultan itu adalah wali dari orang yang sama sekali tidak mempunyai wali.
5.
a.
Hukum
pernikahannya batal, karena dinikahkan oleh bukan walinya.
Dasar
pengambilan:
Kitab Sunan Ibn Maajah juz 1
halaman 605
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أيُّمَا
امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الوَلِيُّ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ أَصَابَهَا
فَلَهَا مَهْرُهَا بِمضا اَصَابَ مِنْهَا. فإِنِ اشْتَجَارُوا فَالسُّلْطَانُ
وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ.
Diriwayatkan
dari Aisyah ra. Beliau berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Yang manapun
dari seseorang perempuan yang walinya tidak menikahkannya, maka nikahnya adalah
batal. Jika laki-lakinya telah menyetubuhinya, maka perempuan tersebut berhak
mendapat mahar/maskawin sebab persetubuhan yang diperoleh laki-laki dari
perempuan tersebut. Jika diantara anggota keluarga tidak ada yang berhak
menjadi wali, maka sultan adalah wali dari orang yang sama sekali tidak
mempunyai wali.
b.
Cara
mengatasinya adalah harus dilakukan nikah ulang oleh walinya sendiri.
c.
Tidak
berdosa, karena tidak disengaja.
6. Sebagaimana wali nasab boleh mewakilkan kepada orang lain untuk
menikahkan perempuan yang ada dibawah perwaliannya, maka wali hakim juga boleh
mewakilkannya, sebab hakim itu adalah wali yang sah bagi perempuan yang sama
sekali tidak mempunyai wali nasab
Saat ini banyak berdiri koprasi
simpan pinjam, koprasi yag dimaksud adalah menerima simpanan sekaligus mengasih
pinjaman kepada anggota. Dimana peminjam tidak dikenakan "Bunga",
namun diharuskan membeli semacam blanko yag harganya bervariasi sesuai dengan
besar uang yang dipinjam. Misalnya untuk pinjam uang Rp 50.000,- harus membeli
dulu blanko Rp 2.500,-, untuk pinjam Rp 100.000,- blankonya Rp 5.000,- dan
seterusnya. Jadi sebelum bendahara menyerahkan uang yang akan dipinjam,
pemimjam harus membeli blanko, baru kemudian bendahara menyerahkan uang
pinjaman kepada pemimjam, untuk selanjutnya pemimjam mengangsur sebanyak lima kali selama lima
minggu tanpa ada tambahan lagi. Sedangkan jumlah uang dari penjualan blanko
akan dibagi pada semua anggota sesuai dengan jumlah simpanan/tabungan anggota
masing-masing.
Bagaimana hukumnya koperasi simpan
pinjam tersebut menurut syari'at Islam?
Jawaban:
Tidak boleh.
حاشية
اعانة الطالبين جزء 3 صـ 20
ومنه
ربا القرض بأن يشترط فيه ما فيه نفع للقرض
§ Bolehkah memotong rambut dan kuku saat haid? Adakah tuntutannya
di akhirat nanti?
§ Halalkah memakan jangkrik?
Jawaban:
§ Disunnahkan untuk tidak dilakukan.
نهاية
الزين صــ31
ومن
لزمه غسل يسن له الا يزيل شيئا من بدنه ولو دما او شعرا او ظفرا حتى يغتسل لأن كل
جزء يعود له فى الآخرة فلو أزاله قبل الغسل عاد عليه الحدث الاكبر تبكيتا للشخص.
Dan seseorang yang berkewajiban
mandi disunnahkan baginya untuk tidak menghilangkan sesuatupun dari badannya
walaupun hal itu berupa darah, rambut, dan atau kuku sampai orang tersebut
mandi, karena setiap bagian tubuh manusia akan dikembalikan kelak di akhirat,
Jikalau dihilangkan sebelum mandi maka hadats besar tersebut akan kembali lagi
sebagai hujjah yang bisa mengalahkan bagi seseorang.
§ Haram memakan jangkrik.
قليزبى
جزء 4 صــ260
(قوله
كخفشاء) منها للزعقوق ويسمى الجُعلان بضم الجيم ومنها الجدجد بمعجميين مضمومنين
وهو الصرصار
Saya pernah diundang tetangga
menghadiri tajdidun nikah (Jawa; mbangun nikah). Bagaimana sebenarnya hal
tersebut?
Jawaban:
Khilaf (terdapat perbedaan
pendapat Ulama'). Menurut Qaul shahih (pendapat yang benar) hukumnya jawaz
(boleh) dan tidak merusak pada 'Akad nikah yang telah terjadi. Karena
memperbarui 'Aqad itu hanya sekedar keindahan (al-Tajammul) atau berhati-hati
(al-Ihtiyath). Menurut qaul lain (pendapat lain) 'aqad baru tersebut bisa mereusak
'aqad yang telah terjadi.
Keterangan dari kitab Hasyaih
al-Jamal ala al-Minhaj juz IV hal. 245
حاشية
الجمل على المنهج الجزء الرابع صحيفة 245
وعبارته:
لأن الثاني لايقال له عقد حقيقة بل هو صورة عقد خلافا لظاهر ما في الأنوار ومما
يستدل به على مسئلتنا هذه ما في فتح الباري في قول البخاري إلي أن قال قال ابن
المنير يستفاد من هذا الحديث ان إعادة لفظ العقد في النكاح وغيره ليس فسخا للعقد
الأول خلافا لمن زعم ذلك من الشافعية قلت الصحيح عندهم انه لايكون فسخا كما قاله
الجمهور إهـ
الأنوار لأعمال الأبرار ج-7 ص: 88
الأنوار لأعمال الأبرار ج-7 ص: 88
لو جدد رجل نكاح زوجته لزمه مهر أخر لأنه إقرار في الفرقة وينتقص به الطلاق ويحتاج إلي التحليل في المرة الثالثة.
Seandainya seseorang memperbaharui
nikah dengan istrinya maka wajib baginya membayar mahar lagi karena hal
tersebut merupakan penetapan didalam perceraian (al-Firqati
Di daerah Tuban, sudah banyak
orang yang mempunyai peternakan jangkrik dan banyak yang mencarinya setiap
malam kemudian dijual. Bagaimana hukumnya menjual jangkrik, dan uangnya
termasuk uang apa?
Jawaban:
Hukum membudidayakan jangkrik itu
adalah boleh, Sedangkan jual beli jangkrik hukumnya juga boleh.
Dasar pengambilan:
1. المغنى
على شرح الكبير الجزء الرابع -صحيفة: 239
وَلَنَا
أَنَّ الدُّوْدَ حَيَوَانٌ طَاهِرٌ يَجُوْزُ إِقْتِنَاءُ هُ لِتَمَلُّكِ مَا
يُخْرَجُ مِنْهُ أَشْبَهَ الْبَهَائِمِ
2.
البيجورى الجزء الاول - صحيفة:343
وَلاَبَيْعُ
مَا لاَمَنْفَعَةَ فِيهِ كَعَقْرَبٍ وَنَمْلٍ
Dengan makin maraknya
sholawatan/qosidah sekarang ini. Tentu saja membantu membangkitkan rasa cinta
kepada Rosalullah. Namun yang menjadi permasalahan adalah sarana pengiringnya,
di mana sekarang peralatan musik beraneka ragam bentuknya, tidak hanya rebana saja
sebagaimana di zaman Rosullah.
Bagaimana hukumnya melantunkan
sholawat/qosidah dengan diiringi musik selain rebana? Misalnya organ, piano,
mandolin dan sebagainya.
Jawaban:
Jawaban:
إرشاد
العباد
(الأصوات
المحرمات) المطربة, وغيرها من الأوتار, وغيرها لأن اللذة الحاصلة منها تدعو إلي
فساد كضرب خمر ولأنها شعار أهل الفسق كما مر.
(Suara-suara yang diharamkan)
Suara biduanita, gitar dan sejenisnya, karena kenikmatan yang diperoleh bisa
mendatangkan kerusakan seperti minum arak (minuman keras) dan hal tersebut
merupakan syiar orang-orang yang fasik sebagaimana yang telah terdahulu.
إرشاد
العباد، ص:102
(إلات
اللهو المحرمة كالطنبور والرباب والمزمار) بل (و) جميع الأوتار.
(Alat-alat Lahwi (alat musik untuk
permainan) yang diharamkan adalah genderang, rebana, dan seruling) dan bahkan
semua alat musik yang menggunakan tali (biasanya terbuat dari senar atau kawat)
Kebiasaan dimasyarakat bahwa zakat
fitrah itu 2,5 kg beras atau uang seharga beras itu. Sepengetahuan saya, bahwa
dalam kitab Fathul Mu'in menyebutkan , zakat fitrah itu 1 sho' (1 sho' = 4 mud,
1mud = 1 liter lebih sepertiga) dan yang dizakatkan adalah Gholibi quuti
baladihi (makanan pokok daerahnya).
1. Benarkah zakat fitrah beras 2,5
kg tersebut?
2. Bolehkan dengan memakai uang
seharga beras? Bagaimanakah dalilnya?
3. Bagaimana sholatnya
sopir/pengemudi yang setiap harinya (waktu sholatnya) selalu diperjalanan?
Jawaban:
1. Benar
2. Tidak boleh, namun ada qoul yang memperbolehkan yaitu qoulnya Imam Bulqini dan qoul ini boleh diikuti.
2. Tidak boleh, namun ada qoul yang memperbolehkan yaitu qoulnya Imam Bulqini dan qoul ini boleh diikuti.
Keterangan dari kitab Ghoyatu
al- Talhishi al- Murad 112
أفتى
البلقيني بجواز إخراج الفلوس الجدد المسماة بالمناقر في زكاة النقد والتجارة قال
إن الذي اعتقده وبه اعمل وإن كان مخالفا بالمذهب الشافعي والفلوس انفع للمستحقين
وليس فيها غش كما في الفضة المغشوشة ويتضرر للمستحق إذا وردت عليه ولا يجد بدلا أه
ويسع المقلد تقليده لأنه من أهل التخريج والترجيح لاسيما إذا راجت الفلوس وكثرة
رغبة الناس فيها.
Imam al-Bulqiny telah berfatwa
tentang bolehnya mengeluarkan mata uang yang baru yang dinamakan dengan
al-Munaqir dalam hal zakat mata uang dan perdagangan. Pengarang kitab berkata:
"Sesungguhnya sesuatu yang Aku (pengarang) telah menyakininya, Aku
mengerjakanya meskipuin hal itu bertentangan dengan Madzhab al-Syafi'i , Dan
uang lebih bermanfaat bagi orang yang berhak menerima zakat sedangkan
didalamnya tidak ada unsur penipuan sebagaimana yang terjadi didalam permalsuan
(percampuran) perak yang bisa merugikan bagi pemiliknya ketika hal itu sampai
padanya sedangkan orang tersebut tidak emendapatkan penggatinya (selesai
perkataan pengarang). Dan pengikut mempunyai toleransi terhadap yang diikuti
karena Dia termasuk golongan ahli al-Tahrij dan al-Tarjih, Apalgi ketika uang
itu yang diharapkan dan manusia (masyarakat) lebih suka dengan hal tersebut.
3. Boleh diqoshor
حاشية
البيجورى جزء 1 صـ298
وخرج
بقولنا: ولم يختلف فى جواز قصره .من اختلف فى جواز قصره كملاح يسافر فى البحر ومعه
عياله فى سفينة ومن يديم السفر مطلقا كالساعى فإن الاتمام افضل له خروجا من خلاف
من اوجبه كالإمام احمد رضي الله عنه
Di desa saya ada sebuah masjid
kuno yang kondisinya agak memperhatinkan. Kemudian masyarakat sepakat untuk
memperbiki denga cara mengganti secara total bangunan masjid itu. Dengan
demikian banyak bangunan masjid tersebut yang tidak terpakai.
Menurut keyakinan orang ditempat
saya, bahwa benda-benda bekas masjid (misalnya genteng, kayu, bata dan sebagainya)
tidak boleh dipakai untuk keperluan lain (misalnya untuk rumah), apalagi dijual
tambah tidak boleh. Pokoknya, kalau ditanya alasannya, mereka menjawab ora
apik, barang masjid kok didol (tidak baik, barang masjid kok dijual).
Tapi dipihak lain, jika barang itu
tidak dimanfaatkan (misalnya, diberikan orang yang tidak mampu atau dijual
kemudian uangnya masuk kekas masjid) akan hancur dimakan hujan atau rusak
dengan sendirinya.
Pertanyaan saya, betulkah benda
masjid itu mengandung kekuatan ghaib, sehingga orang-orang mempercayainya
sebagai sesuatu yang tidak baik jika dimanfaatkan oleh orang lain? Apakah ada
dalilnya tentang masalah ini? Lalu lebih baik mana antara dibiarkan dengan
dimanfaatkan?
Jawaban:
Saudara yang terhormat. Menjawab
pertanyaan Anda mengenai kebenaran bahwa benda masjid mengandung kekuatan gaib.
Sehingga orang-orang mempercayainya sebagai sesuatu yang tidak baik jika
dimanfaatkan oleh orang lain, atau lebih tepatnya untuk kepentingan orang lain.
Di sini perlu kami tegaskan, bahwa
benda masjid itu tidak mempunyai kekuatan gaib yang berakibat tidak baik bagi
pemakainya. Islam tidak mengenal bahkan menolak anggapan tersebut. Kalau
orang-orang ditempat Anda berkeyakinan bahwa benda-benda bekas masjid tidak
boleh dijual atau lainnya dengan alasan, 'Ora apik, barang masjid kok didol'
sebenarnya keyakinan tersebut mempunyai landasan agama yang kuat.
Sebab dalam agama Islam, barang
yang sudah diwakafkan, itu tidak boleh dijual atau diberikan kepada orang lain,
sebagaimana tersebut dalam kitab fiqh. Sehingga jika meminjam barang wakaf
masjid misalnya pengeras suara kita bawa pulang kemudian kita setel (kita
pakai) di rumah kita, maka hukumnya haram (yang diterjemahkan oleh orang-orang
di kampung saudara dengan kata 'ora apik')
Adapun jika saudara menanyakan
mana yang lebih baik, apakah benda-benda bekas masjid tersebut dibiarkan saja
sampai hancur tanpa guna ataukah dimanfaatkan?
Jika kita mau memakai madzhab
Syafi'i dan tidak mau berpindah ke madzhab lain dalam masalah ini, maka
benda-benda tersebut harus kita biarkan saja sampai hancur dengan sendirinya.
Atau diberikan ke masjid lain yang memerlukannya.
Jika orang-orang kampung Anda mau
berpindah ke madzhab Hanafi, maka benda-benda tersebut dapat kita tukarkan
dengan benda lain yang dapat dimanfaatkan oleh masjid tersebut dengan
syarat-syarat tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam fiqh-fiqh Hanafi, misalnya
kitab Raddul Mukhtar juz 3 hal 387
Deskripsi
masalah :
1.
Bagaimana
caranya supaya qurban sunah bisa terhindar dari wajib, sehingga saya bisa makan
dagingnya hingga 1/3 bagian?
Jawaban
1.
Karena
pertanyaan saudara sangat erat hubungannya dengan masalah nadzar maka sebaiknya kita tinjau dulu
bagaimana nadzar bisa
terjadi.
a.
Penjelasan
kitab Bajuriy juz
2 halaman 329:
وَأرْكَانُهُ
ثَلاَثَةٌ: نَاذِرٌ وَمَنْذُورٌ وَصِيْغَةٌ ... وَفِى الصِّيغَةٍ كَونُهَا لَفْظًا
يُشْعِرُ بِاللإلْتِزَامِ وَفِى مَعْنَاهُ مَا مَرَّ فِى الضَّمَانِ كَللَّهِ
عَلَيَّ كَذَا وَعَلَيَّ كَذَا فَلاَ تَصِحُّ بِالنِيَّةِ كَسَائِرِ العُقُودِ
وَلاَ بِمَا لاَيُشْعِرُ بِالإلْتِزَامِ كَأَفْعَلُ كَذَا.
Rukun-rukun
nadzar ada tiga: 1. orang-rang yang nadzar 2. perkara yang dinadzari 3. sighat
(ucapan yang menunjukkan nadzar)' Dalam masalah sighat, adalah adanya lafal
(ucapan) yang menunjukkan adanya penetapan dan dalam pengertian penetapan
(mewajibkan) ini adalah keterangan bab dlaman (tanggungan). Yaitu seperti kata
'Demi Allah wajib atasku perkara seperti ini atau wajib atasku perkara seperti
ini. Maka sighat tidak sah hanya sekedar niat (tanpa diucapkan), sebagaimana
juga tidak sah semua aqad hanya dengan niat. Juga tidak sah sighat yang tidak
menunjukkan penetapan (mewajibkan) seperti ucapan: 'Saya melakukan seperti
ini'.
b. Kitab Tadzhib halaman
254:
...
وَشَرْعًا الوَعْدُ بِالخَيْرِ خَاصَّةُ أو اِلْتِزَامُ قُرْبَةً لَمْ تَتَعَيَّنْ
بِأصْلِ الشَّرْعِ... وَالثَّانِى أنْ يَكُونَ غَيْرَ مُعَلَّقٍ كَأنْ يَقُولَ
للهِ عَلَيَّ صَوْمٌ أو حَجٌّ أو غَيْرُ ذَلِكَ.ٌ و َجٌّ و َيْرُ َلِكَ..
'Pengertian
nadzar secara syara' berarti janji melakukan kebaikan tertentu atau menetapkan
(mewajibkan dirinya) melakukan perkara yang digunakan untuk mendekatkan diri
kepada Allah, yang perkara tersebut pada hukum asalnya tidak wajib' Yang kedua:
adanya nadzar tersebut tidak diambangkan/digantungkan pada sesuatu seperti
ucapan: 'Demi Allah, wajib bagiku puasa atau haji atau yang lainnya.
2. Selanjutnya marilah kita perhatikan ucapan-ucapan Jumhurul
Ulama' (mayoritas ulama) pada keterangan di bawah ini mengenai nadzar dan
qurban:
a.
Kitab Bajuriy juz 2 halaman 310:
وَقَولُهُ
مِنَ الأُضْحِيَّةِ المَنْذُورَةِ اى حَقِيْقَةً كَمَا لَو قَالَ: للهِ عَلَيَّ ان
أُضْحِيَ بِهَذِهِ, فَهَذِهِ مُعَيَّنَةٌ بِالنَذْرِ إبْتِدَاءً, كَمَا لَو قَالَ
للهِ عَلَيَّ أُضْحِيَّةٌ... أوْ حُكْمًا كَمَا لَوْ قَالَ هَذِه اُضْحِيَةٌ اَو
جَعَلْتُ هَذِهِ اُضْحِيَةٌ فَهَذِهِ وَاجِبَةٌ بِالجَعْلِ لَكِنَّهَا فِى حٌكْمِ
المَنْذُرَةِ.
Yang
termasuk qurban nadzar sebenarnya adalah seperti apabila seseorang berkata:
'Demi Allah wajib atasku berqurban dengan ini' maka ucapan itu jelas sebagai
nadzar sejak awal. Hal ini sebagaimana apabila seseorang berkata 'Demi Allah
wajib atasku qurban" atau secara hukum sebagai nadzar. Seperti bila
seseorang berkata: Ini adalah hewan qurban' atau diucapkan 'Aku menjadikan ini
sebagai hewan qurban'. Maka ini adalah wajib disebabkan kata 'menjadikan', akan
tetapi dalam konteks hukum yang dinadzari.
b. Kitab Bajuriy
juz II halaman 305
... مِنْ
قَوْلِهِمْ هَذِهِ اُضْحِيَةٌ, تَصِيْرُ بِهِ وَاجِبَةً وَيَحْرُمُ عَلَيْهِمْ
الأَكْلُ مِنْهَا وَلاَ يَقْبَلُ قَولُهُمْ, أرَدْنَا التَّطَوُّعَ بِهَا خِلاَفًا
لِبَعْضِهِمْ وَقَالَ الشِبْرَامَلِسِى: لاَيَبْعُدُ اِغْتِفَارُ ذَلِكَ العَوَام
وَهُوَ قَرِيْبٌ... نَعَمْ لاَتَجِبُ بِقَولِهِ وَقْتَ ذَبْحِهَا: اللَّهُمَّ
هَذِهِ اُضْحِيَتِى فَتَقَبَّلْ مِنِّى يَاكَرِيْمُ.
'Dari
perkataan orang-orang, 'Ini adalah hewan qurban,' maka hewan qurban tersebut
menjadi wajib. Tersebab perkataan itu haram hukumnya memakan dagingnya. Tidak
diterima alasan (atas perkataan itu) mereka 'Aku menghendakinya sebagai qurban
sunah' Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama. Imam Sibromalisi
berkata: '(Tetapi) bagi orang awam (orang yang belum mengetahui hukum ucapan
tersebut) mudah untuk dimaafkan. Perkataan Imam Sibromalisi ini mudah untuk
difahami (diterima)' Memang demikianlah hukumnya, namun qurban tidak menjadi
wajib sebab ucapan orang waktu menyembelihnya: Ya Allah ini adalah hewan
qurbanku, maka semoga Engkau menerimanya dariku, wahai Dzat Yang Maha Mulia'.
c.
Kitab Sulaiman Kurdi juz 2 halaman 204
وَقَالَ
العَلاَّمَةُ السَّيِّد عُمَرُ البَصْرِى فِى حَوَاشِ التُّحْفَةِ يَنْبَغِى
أَنْيَكُونَ مَحَلُّهُ مَالَمْ يَقْتَصِدُ الأَخْبَارُ فَإنْ قَصَدَهُ اى هَذِهِ
الشَّاةَ الَّتِى أُرِيْدُ التَّضْحِيَةِ بِهَا فَلاَ تَعْيِيْنَ وَقَدْ وَقَعَ
الجَوَابُ كَذَالِكَ فِى نَازِلَةٍ وَقَعَتْ لِهَذَا الحَقِيْر وَهِيَ اشْتَرَى
شَاةً لِلتَّضْحِيَةِ فَلَقِيَهُ شَحْصٌ آخَرَ فَقَالَ مَاهَذِهِ فَقَالَ
أُضْحِيَتِى.
Al
Allamah As Sayid Umar Al Bashriy berkata dalam komentar atas kitab Tuhfatul
Muhtaj: Seyogyanya letak status nadzar itu ialah selagi tidak bermaksud memberi
kabar. Kemudian jika memang bermaksud memberi kabar, 'Kambing ini yang saya
maksudkan untuk qurban', maka tak ada penentuan dan berlaklkan jawaban.
Demikian pula dalam peristiwa yang terjadi pada seorang yang naif ini, yakni
seseorang membeli kambing untuk digunakan qurban lalul bersua dengan seseorang
lain kemudian bertanya: 'Apa ini?' Maka jawab si orang tadi: 'Qurbanku'.
3. Dari keterangan-keterangan tersebut, maka dapat dijelaskan di
sini, bahwa pertanyaan Anda yang pertama mengenai pendapat Pak Kyai tetangga
saudara itu bisa dianggap benar. Karena jawaban saudara ada kata 'menjadikan',
yang mempunyai makna sama dengan nadzar. Kata menjadikan yang berkonotasi
mewajibkan hewan tersebut untuk qurban (Bajuri 2:310). Akan tetapi bisa juga
jawaban Anda itu tidak mengubah qurban Anda menjadi nadzar karena ketidaktahuan
Anda. Hal tersebut berpegang pada pendapat Imam Syibromalisi dan pendapat Sayid
Umar al-Bashriy: bahwa jawaban saudara tersebut hanya bermaksud memberi kabar.
4. Untuk pertanyaan Anda yang kedua, bisa membaca lagi keterangan
masalah nadzar tadi.
5.
Untuk
pertanyaan ketiga, Anda bisa berpegang pada keterangan Sayid Umar al-Bashriy.
Yang perlu diingat, beribadah itu
tidak sulit dan tak perlu dipersulit. Niatlah yang ikhlas semata karena patuh
kepada Allah
Deskripsi
masalah :
1.
Rumah saya
berdekatan dengan masjid, namun saya sering salat berjamaah di rumah bersama
istri dan anak-anak. Kemudian ada orang mengatakan, bila rumah seseorang dekat
dengan masjid jarak 40 rumah ke arah timur, barat, utara dan selatan, maka
salat jamaah di rumah tetap mendapat dosa, sekalipun salatnya sah. Karena di
masa nabi, beliau tidak pernah salat berjamaah kecuali di masjid. Yang ingin
saya tanyakan adalah:
a.
Apakah
salat saya bersama keluarga di rumah bisa diterima, dengan alasan membimbing
isteri dan anak?
b. Benarkah perkataan orang itu? jika benar apa alasannya?
2. Saya pergi ke masjid pada hari Jumat, pada waktu itu khatib
sudah di atas mimbar dan membaca khutbah. Yang saya tanyakan:
a.
Apakah kita
masuk langsung duduk atau melakukan salat?
b. Kalau salat, salat apa yang harus dikerjakan?
Jawaban
1.
Untuk
menjawab pertanyaan saudara yang pertama, perlu kiranya kami ketengahkan
hadist-hadist Nabi saw, antara lain:
a.
Hadist
riwayat Abu Dawud dari Ibn Ummi Maktum sebagaimana tersebut dalam kitab
Irsyadul Ibad halaman 23, yang artinya kurang lebih:
Sesungguhnya Ibn Ummi Maktum telah datang kepada Nabi saw, kemudian berkata: 'Wahai Rasulullah sesungguhnya dikota
Madinah ini, banyak binatang melata dan binatang buas. Sedangkan saya adalah
orang yang buta lagi jauh rumahnya, dan saya mempunyai teman yang selalu
menuntun saya! maka adakah keringanan bagiku untuk salat di rumahku?'. Nabi
bersabda:'Apakah engkau mendengar adzan?' Dia menjawab:' Ya!' Nabi bersabda:
'Engkau wajib datang ke masjid. Sesungguhnya aku tidak mendapatkan keringanan
bagimu!'
Sesungguhnya Ibn Ummi Maktum telah datang kepada Nabi saw, kemudian berkata: 'Wahai Rasulullah sesungguhnya di
b.
Dalam kitab
Majmu' karangan Imam Ahmad Ibn Zaini Dahlan salah seorang mufti madzhab
Syafi'i di Makkah, halaman 22, beliau mengemukakan sebuah hadist Nabi saw,
sebagai berikut:
لاَصَلاَةَ
بِجَارِ المَسْجِدِ إلاَّ فِى المَسْجِدِ
'Tidak ada salat bagi tetangga masjid, kecuali di masjid'.
Arti dari 'tidak ada salat' dalam
hadist di atas, menurut madzhab Syafi'i adalah "Tidak ada salat itu diberi
pahala". Sedangkan menurut madzhab lainnya ada yang mengatakan 'tidak ada
salat itu sah'
Jadi meskipun salat saudara beserta anak dan isteri di rumah itu sah, namun tidak ada pahalanya. Sedang pengertian 40 rumah adalah diambil dari pengertian tetangga (kitab Taisirul Kholaq halaman 8).
Jadi meskipun salat saudara beserta anak dan isteri di rumah itu sah, namun tidak ada pahalanya. Sedang pengertian 40 rumah adalah diambil dari pengertian tetangga (kitab Taisirul Kholaq halaman 8).
c.
Dalam kitab
Kifayatul Akhyar juz 1 halaman 133 disebutkan:
الجَمَاعَةُ
تَحْصُلُ بِصَلاَةِ الرَجُلِ فِى بَيْتِهِ مَعَ زَوْجَتِهِ وَغَيْرِهَا
وَلَكِنَّهَا فِى المَسْجِدِ أفْضَلُ.
Berjamaah itu dapat berhasil dengan salat seseorang di rumahnya bersama isterinya dan lainnya. Akan tetapi berjamaaah di masjid itu lebih utama.
2. Dari dalil-dalil yang telah kami kemukakan di atas, kiranya
pertanyaan saudara nomer 1.a. dan 1.b. sudah terjawab.
3.
Untuk
menjawab pertanyaan nomer 2, baiklah kami tuliskan hadist Nabi saw sebagimana
diriwayatkan oleh Jabir RA:
قَالَ: إذَا جَاءَ أحَدُكُمْeأَنَّ رَسُولَ
اللهِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَاليُصَلَّ
رَكْعَتَيْنِ.
Sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: 'Jika salah seorang dari kalian datang di masjid pada hari Jum'at,
sedangkan imam berkhutbah, maka hendaklah dia salat dua rokaat'.
Menurut pengarang kitab al
Muhadzdzab, niat dari salat tersebut adalah salat tahiyatul masjid. Salat
tersebut dilakukan jika imam tidak di akhir khutbah
Deskripsi
masalah :
1.
Makanan
mereka (orang kristen) yang bagaimana yang dihalalkan? Sebab ada makanan dari
sembelihannya dan ada yang tidak, seperti kue dan sebagainya.
2. Ucapan salam yang mana? Assalamu'alaikum atau yang lainnya?
Jawaban:
1.
Yang kami
maksudkan dengan makanan pemberian orang nasrani yang halal kita makan, ialah
makanan yang jelas kesuciannya, seperti tempat memasak makanan tersebut tidak
pernah kena najis dari babi atau lainnya. Bukan pula makanan dari
sembelihannya. Sebab sembelihan ahli kitab yang halal kita makan adalah ahli
kitab yang tidak musyrik sedang ahli kitab yang telah musyrik maka telah menjadi
kafir, sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al Maidah 73 yang antara lain berbunyi:
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوا إنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ
Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari Tuhan
yang tiga.
2. Ucapan salam yang boleh kita berikan kepada orang non muslim
yang jelas bukanlah Assalamualaikum karena mengucapkan salam kepada mereka itu,
dengan salam seperti salam tersebut hukumnya haram. Jadi yang boleh adalah
ucapan salam dengan bentuk lain
Deskripsi masalah :
1.
Bagaimana
yang sebaiknya harus kami ucapkan sebagai seorang muslim dari kalimat-kalimat
ini. Contoh, kenikmatan dan rizki ini dari Tuhan Yang Maha Esa, atau dari Nya,
dari Tuhan Allah swt, dari Tuhan Allah.
2. Ada
berapa macam zakat itu? bagaimana realisasinya? apa hubungannnya antara zakat
fitrah dan zakat maal? Sahkah istilah latihan zakat? Bagaimana hukumnya zakat
dari potong gaji?
3. Apa bedanya qurban Idul Adha, qurban aqiqah dan qurban nadzar?
4. Bolehkah yang berkorban ikut makan. Bolehkah qurban urunan dan
arisan dan latihan qurban?
Jawaban
1.
Untuk
menjawab pertanyaan saudara yang pertama, kami tuliskan ibarat dari kitab Kasyifatus
Saja, syarah dari kitab Safinatun Naja halaman 3 sebagai berikut:
وَأحْسَنُ
العِبَارَاتِ فِى ذَلِكَ الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ
'dan sebaik-baik ungkapan dalam menyatakan
syukur atas kenikmatan adalah 'segala puji bagi Allah, Tuhan Sekalian Alam'.
2. Untuk pertanyaan kedua, kalau kami jawab secara terperinci, maka
akan merupakan sebuah kitab yang lumayan tebalnya. Oleh karena itu akan kami
ringkas sebagai berikut:
a.
Zakat itu
ada dua macam: 1. Zakat Fitrah, 2 Zakat Maal (Harta) yang terdiri dari 6 macam,
yaitu a. zakat emas dan perak termasuk didalamnya zakat uang, b. zakat binatang
ternak, c. zakat rikaz, d. zakat harta dagangan e. zakat tanaman dan tumbuhan
dan f. zakat piutang.
b. Realisasi dari zakat-zakat tersebut sudah diatur dan diuraikan
dalam kitab fiqh (silahkan mempelajarinya). Istilah 'latihan zakat'tidak dikenal
dalam agama Islam. Tetapi yang Anda maksud mungkin adanya penyaluran zakat
fitrah yang dikelola sekolah bagi muridnya. Oleh para guru dimaksudkan sebagai
latihan zakat, tetapi hakekatnya zakat fitrah yang sebenarnya juga.
c.
Mengenai
zakat dari potong gaji, maka kami perlu kami informasikan bahwa selama kami
menjadi pengawai negeri dan gaji kami dipotong untuk zakat fitrah, maka
potongan tersebut selalu kami anggap sedekah saja. Sebab untuk menamakannya
sebagai zakat, kami menemui dua kesulitan pokok: a. kesulitan untuk berniat,
sebab sudah dipotong lebih dahulu. Jadi kami tidak merasa menyerahkan. b.
potongan tersebut biasanya selalu memakai standar harga beras jatah. Padahal
beras yang kami makan sehari-hari mutunya jauh lebih tinggi dari beras jatah, sehingga
karenanya zakat kami tersebut menjadi tidak sah. Sebab zakat fitrah itu mutunya
paling tidak harus sama dengan yang dimakan sehari-hari. Belum lagi ditambah
dengan pendapat madzhab Syafii yang menyatakan fitrah itu harus berupa barang
makanan sehari-hari dan tidak boleh diganti dengan harganya.
d. Apalagi kami juga tidak tahu apakah orang yang menerima zakat
kami tersebut berhak menerima atau tidak menurut syariat Islam. Hal ini
mengingat setahu kami yang mengurus juga orang-orang yang tidak pandai mengenai
hukum zakat. Jadi kami selalu zakat lagi sesuai dengan keyakinan dan kemantapan
hati kami.
3. Untuk pertanyaan ketiga, jawabannya sebagai berikut:
a.
qurban
ialah binatang (kambing, sapi, unta, kerbau) yang disembelih pada hari raya
idul adha atau pada hari tasyrik
b. qurban ini asal hukumnya menurut madzhab Syafii adalah sunah,
kecuali jika qurban itu dinadzarkan, maka hukumnya menjadi wajib.
c.
untuk
qurban sunah, orang yang berqurban boleh ikut makan dagingnya sampai 1/3. Yang
1/3 boleh dihadiahkan kepada orang-orang yang mampu, sedang yang 1/3 dibagikan
kepada fakir miskin.
d. Jika qurban itu wajib, maka semua daging sampai dengan kulit dan
tanduknya harus disedekahkan
Deskripsi masalah :
Sebulan
kemudian setelah A mentalak B, anak-anak dari A dan B membujuk kedua orang
tuanya agar ruju'. Namun sebelum ruju' dilaksanakan, B mengajukan sebuah syarat.
B mau rujuk asalkan A menceraikan C.
Dihadapan
B, A menyetujui syarat yang diajukan B. namun ternyata A ingkar janji. A tidak
menceraikan C.
Pertanyaan
saya adalah
1.
Apakah yang
dimaksud ta'liq?
2. Apakah syarat yang diajukan b ketika ruju' dengan a termasuk
ta'liq?
3. Jika ternyata A betul-betul tidak menceraikan C, sahkah ruju' A
dan B?
Jawaban:
1.
Yang
dimaksud dengan ta'liq (bukan takliq), ialah menggantungkan sesuatu pekerjaan
dengan sesuatu kejadian yang lain. Misalnya ada seorang suami mengatakan kepada
isterinya: ' Engkau saya talak atau saya cerai jika engkau masuk ke kamar
saya!' dalam hal ini jika ternyata sang isteri masuk kamar sang suami, maka
jatuhlah talak dari sang suami kepada sang isteri tersebut.
2. Syarat yang diajukan di luar ijab dan qobul atau di luar aqad,
baik aqad nikah atau aqad lainnya, maka hukumnya tidak mempengaruhi keabsahan
dari akad itu sendiri. Adapun syarat yang diajukan oleh B ketika ruju' dengan A
tidak termasuk ta'liq, sebab yang melakukan sighat ruju' adalah sang suami.
3. Jika ternyata A betul betul tidak menceraikan C, maka ruju' si A
kepada si B tetap sah. Untuk lebih mantabnya saudara kami persilahkan menelaah
ibarat yang tersebut dalam kitab I'anatut Thalibin juz 4 halaman 30.
وَلاَيَصِحُّ
تَعْلِقُهَا اى صِيغَةُ الرَجْعَةِ وَمِثْلُ التَعْلِيقِ التَّأقِيْتُ فَهُوَ
لاَيَصِحُّ اَيْضًا كَرَاجَعْتُكِ شَهْرًا. وَقَوْلُهُ كَرَاجَعْتُكِ الخ
تَمْثِيْلٌ لِتَّعْلِيْقِ
dan
tidak sah ta'liq dari sighat ruju'. Dan seperti ta'liq adalah menentukan
waktu,maka hukumnya juga tidak sah, misalnya seorang suami mengatakan kepada
isterinya:'saya merujuk engkau dalam waktu satu bulan !'. ucapan pengarang 'aku
merujuk engkau'dst' adalah perumpamaan dari ta'liq
Deskripsi
masalah :
Pernah pak guru menerangkan kepada
kami bahwa, bagi seorang yang berobat kerumah dukun guna mengobatkan sakitnya
sedang dukun tersebut memakai bantuan syaitan yang orang-orang menyebutnya
dengan istilah dukun bancik dan secara kebetulan sakit yang diobatkan sembuh.
Maka menurut dawuh pak guru kepada
kami, bahwa kelak orang tersebut kalau meninggal akan dikumpulkan bersama sama
dengan syaitan dan dijadikan pelayan oleh syaitan, karena dukun tersebut
dibantu oleh syaitan.
Pertanyaan saya adalah, benarkah
penuturan pak guru tersebut? jikalau memang benar mohon diterangkan dalil-dalil
yang menunjukkan atau yang membenarkan, dan terdapat di kitab apa?
Sekian pertanyaan dan permohonan
kami. Atas jawabannya kami ucapkan banyak terima kasih. Dan bila ada kata-kata
kami yang salah, atau tidak berkenan dihati bapak, maka kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Jawaban:
Dalam kitab Irsyadul Ibad ada
hadist Nabi saw, yang menerangkan bahwa seseorang yang datang ke dukun, maka
salatnya 40 hari 49 malam tidak diterima oleh Allah, dan apabila
petunjuk-petunjuk atau nasihat atau syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
sang dukun tersebut diikuti atau ditaati, maka orang yang mengikuti atau
mentaati tersebut dianggap kufur.
Masalah orang yang diobatkan
kepada dukun kebetulan sembuh, maka kesembuhan tersebut memang sudah waktunya
diberikan oleh Allah, sehingga apabila dia berobat kelain dukun tersebutpun
akan sembuh juga, karena kesembuhan itu pada hakekatnya hanya dari Allah,
sebagaimana tersebut dalam hadist-hadist Nabi saw yang dapat kita baca dalam
kitab Riyadus Shalihin. Catatan: dukun dalam pengertian jawaban ini adalah
orang yang biasa memberi pengobatan dengan menggunakan suwuk yang meminta jasa
syaitan
Deskripsi :
1.
Apabila
pegawai negeri meninggal dunia, isterinya mendapat: a) uang pensiun; b) uang
asuransi; c) uang tabungan asuransi pensiun; d) sumbangan dari masyarakat. Yang
ingin kami tanyakan uang manakah yang termasuk tirkah yang harus dibagi secara
Islam (faraid).
2. Sementara itu, dalam peraturan Taspen ada kalimat: 'Apabila
pegawai negeri sipil/pejabat negara meninggal dunia sebelum pensiun, maka PT.
Taspen (perseroan) akan membayar tunjangan hari tua, asuransi, kematian dan
pensiun; janda/duda/yatim piatu pertama (apabila THT dan Askam belum
dibayarkan).
Untuk itu tolong pak Kyai,masalah
ini saya tanyakan supaya kami dapat mengerti benar. Ini sering terjadi, tetapi
orang-orang masih belum tahu persis hukumnya. Sekian pertanyaan kami, atas
perkenan Kyai kami haturkan banyak terima kasih.
Jawaban:
Sebelum kami menjawab pertanyaan
saudara, maka terlebih dahulu kami ketengahkan dalil-dalil nas kitab-kitab,
sebagai berikut:
1.
Kitab
Ianatut Thalibin juz III halaman 233:
وَ
التِّرْكَةُ مَا خَلَفَهُ المَيِّتُ مِنْ مَالٍ اَوْ حَقٍّ
Tirkah
(harta peninggalan) itu ialah apa yang ditinggalkan oleh mayit, berupa harta
atau hak.
2. Kitab At Ta'rifat halaman 49
التِّرْكَةُ
هُوَ المَالُ الصَّافِى أَنْ يَتَعَلَّقَ حَقَّ الغَيْرِ بِعَيْنِهِ
Tirkah
adalah harta yang bersih dari keterkaitan hak orang lain.
3. Kitab Nihayatul Muhtaj juz VI halaman 3:
(مِنْ
تِرْكَةِ المَيِّتِ) وَهِيَ مَا يَخْلُفُهُ مِنْ حَقٍّ كَجِنَايَةٍ وَحَدِّ قَذَفٍ أوْ إِخْتِصَاصٍ أو مَالٍ
كَخَمْرٍ تَخَلَّلَتْ بَعْدَ مَوْتِهِ وَدِيَةٍ أُخِذَتْ مِنْ قَاتِلِهِ
لِدُخُولِهَا فِى مِلْكِهِ وَكَذَا مَا وَقَعَ بِشَبَكَةٍ نَصَبَهَا فِى حَيَاتِهِ عَلَى
مَا قَالَهُ الزَّرْكَشِى.
Diantara
tirkah mayit ialah apa yang ditinggalkan oleh mayit mengenai hak, seperti:
jinayah, hukuman tuduhan zina, atau wewenang atau harta seperti arak yang telah
berubah menjadi cuka setelah kematian dan harta tebusan yang diambil dari orang
yang membunuhnya, karena harta tersebut masuk dalam miliknya. Demikian pula
ikan yang masuk ke dalam jaring yang dipasang pada waktu hidupnya, menurut
pendapat Az Zarkasyi.
Dari keterangan kitab-kitab
tersebut di atas, maka: 1) >Uang pensiun janda, 2) Uang asuransi, 3) Taspen
(Tabungan asuransi Pensiun), sekilas adalah merupakan harta warisan (tirkah)
dari sang suami yang meninggal dunia. Akan tetapi jika kita teliti peraturan
Pemerintah mengenai ketiga hal tersebut di atas bukan merupakan harta tirkah,
karena ada keterkaitannya dengan hak orang lain. Seperti isteri dan anak-anak.
Mengenai uang sumbangan dari
masyarakat, maka yang jelas sumbangan tersebut menjadi hak milik keluarga yang
ditinggalkan, karena niat masyarakat menyumbang tersebut adalah kepada para
ahli waris yang ditinggal mati dan bukan kepada si mayit
Deskripsi :
1.
Bagaimana
hukumnya salatnya salat Jum’at dengn cara melihat imam di TV sedang imam yang
asli bermakmum di atas (masjid bertingkat) dan makmum yang berada di bawah
dengan melihat imam yang berada/ yang kelihatan di dalam televisi tersebut.
2. Sahkah salat jum’at tersebut bagaimana hukumnya?
Jawaban:
Shalat Jum’at tersebut sah! Jika
imam dan makmum tersebut berada dalam satu masjid, maka hukumnya boleh!
Dasar
pengambilan hukum:
1.
Kitab
Nihayatuz Zain halaman 121:
وَ
الثَاِ لثُ (عِلمٌ بِنتِقَا لاَتِ اِمَامٍ) بِرُؤ يةِ صَفِّ اَو بَعضِهِ
اَو سِمَا عِ صَو تِهِ ……
Dan yang
ketiga dari syarat-syarat makmum adalah mengetahui perpindahan-perpindahan imam
(dari satu rukun ke rukun lain) dengan melihat imam tersebut atau melihat shaf
di mukanya atau melihat sebagian dari shaf atau mendengar suara imam.
2. Kitab Nihayatuz Zain halaman 122
(فَاءِن
كَانَ فِي مَسجِدٍ ) فَالمَدَارُ عَلَى العِلمِ بِا لاِْ نْتِقَالاَتِ بِطَرِيْقٍٍ
مِنَ الطُرُقِ الْمُتَقَدَّ مَةِ وَحِنَئِدٍ (صّحَّ الاِقْتِدَأُ )…وَلَوْ كَانَ
اَ حَدُهُمَا بِعُلُوِّ كَسَطْحِ المَسْجِدِ اَوْ مَنَا رَتِهِ وَالاَ خَرُ
بِسُفْلٍ كَسَرَادِبِهِ اَوْبِئْرٍ فِيْهِ لاَيَضُرُّ.
Maka
jika keduanya (imam dan makmum) berada di sebuah masjid, maka yang menjadi
pokok pembahasan atas pengetahuan dengan perpindahan-perpindahan adalah dengan
salah satu cara dari cara-cara yang telah disebutkan. Dan pada saat itu, maka
sah mengikuti imam… Dan andaikata salah seorang diantara keduanya (makmum dan
imam) berada di atas seperti loteng masjid atau menaranya, sedang yang lain
berada di bawah seperti bangunan bawah tanah tersebut, maka hal itu tidak
merusak keabsahan bermakmum
Deskripsi :
1.
Si Fulan
rumahnya di pinggir sungai. Ia menanami tepi sungai dengan tanaman air seperti
enceng gondok, kerangkong dll. Tanaman tersebut terus berkembang biak sehingga
menjadi luas. Pada bagian tepinya ia gunakan untuk buang sampah, kadang-kadang
ia juga menebang pohon di tepi sungai, kemudian dilemparkan di atas enceng
gondok tersebut.
Dari
tumpukan sampah dan daun yang membusuk, serta endapan lumpur ahirnya tanah pak
fulan ber tambah luas menjorok ke sungai. Tanah yang semula lokasi sungai
berubah menjadi miliknya. Rumah yang dulu di pinggir sungai, kini bisa menambah
beberapa kamar lagi berkat keberhasilan pak fulan menguruk sungai tersebut.
Bagaimana
hukumnya mendapatkan tanah dengan cara tersebut? Mohon disertai dasar
pengambilannya.
2. Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua
telapak tangan. Namun dalam budaya kita (termasuk di dalamnya ustadzah,
pengurus Muslimat, bu Nyai, dll) mereka mengenakan jarik, kebaya, dan
kerpus. Sekilas mereka memang menutup aurat, tetapi bila diteliti masih banyak
bagian yang belum tertutup. Di antaranya telinga, leher, sedikit bagian dada,
kaki, dan tangan.
Bagaimanakah
hukum membuka sebagian aurat tersebut? Haramkah? Mohon penjelasanya dari Bapak
kiai.
Jawaban:
1.
Hukumya
haram, karana dia telah melakukan perbuatan ghasab, yaitu mempergunakan
yang bukan hak miliknya tanpa izin.
Dasar pengambilan:
a.
Hadist riwayat
Sayyidah Aisyah ra yang disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhori dan Imam
Muslim:
مَنْ
ظَلَمَ قَيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأرْضِ طُوِّ قَََََََََََََََََََََهُ مِنْ سَبْعِ
اَرَضِيْنَ
”Barangsiapa
yang berbuat zalim (merampas) tanah sepanjang satu jengkal, maka tanah tersebut
sejak dari bumi yang ke tujuh akan dikalungkan kepadanya di hari kiamat”.
b. Kitab at Tadzhib halaman 139:
(فَََََصْلُ)
وَمَنْ غَصَبَ مالاً لاَِحَدِ لَزِمَهُ رَدُّهُ وَالغَصْبُ مِنَ الَكَبَائِرِ،
وَالأَصْلُ فىِ تَحْرِيْمِهِ اياَتُ كَثِيْرَةُ ، مِنْهاَ قَوْ لُهُ تَعَالَى:
وَلاَتأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ باِلْبَاطِلِ. (سورة البشرة: 188)
(Pasal)
Barang siapa yang mengambil harta milik orang lain tanpa izin, maka dia wajib
mengembalikannya. Ghasab itu adalah termasuk dosa besar, dan dasar keharamannya
adalah ayat-ayat yang banyak, yang antara lain firman Allah dalam surat Al Baqarah: 188,
“Dan janganlah sebahagian dari kamu sekalian memakan harta sebahagian dari kamu
sekalian dengan jalan bathil ...”
2. Hukumnya haram, dan ada pula yang menyatakan makruh jika tidak
menimbulkan syahwat bagi orang yang memandangnya.
Dasar pengambilan:
Kitab Fathul Muin hamisy kitab I’anatut Thalibin juz 3 halaman 260:
وَلاَ
يَحِلُّ النَّظْرُ إِلَى عُنُقِ الحُرَّةِ وَرَأْسِهَا قَطْعًا. وَقِيْلَ يَحِلُّ
مَعَ الكَرَاهَةِ النَّظْرُ بِلاَ شَهْوَةٍ.
Dan
tidak halal memandang leher dan kepala wanita merdeka secara mutlak. Dan
dikatakan makruh memandangnya dengan tanpa syahwat
Deskripsi :
1.
Bagaimana
hukumnya organisasi Islam menerima bantuan dari kalangan non-muslim?
2. Bagaimana hukum haji seseorang yang karena ada kebakaran di Mina
(sesudah ada berita kebakaran) seusai wukuf di Arafah langsung pulang ke Maktab
/pondokan dan bermalam, kemudian esok harinya baru pergi ke Mina untuk melempar
jumrah dengan cara di jama’?
Jawaban:
1.
Menurut
hukum fiqih, organisasi Islam menerima bantuan non muslim itu boleh. Tetapi
ditinjau dari sudut tasawwuf, sebaiknya jangan sampai menerima bantuan dari non
muslim, apa lagi memintanya. Sebab biasanya bantuan dari non muslim tersebut
membawa pengaruh yang negatif.
Lebih-lebih jika bantuan itu diperoleh dengan cara yang tidak halal. Perhatikan pondok-pondok pesantren dan madrasah-madrasah yang telah menerima bantuan dari luar. kalau mutunya tidak merosot, maka barokahnya yang hilang.
Lebih-lebih jika bantuan itu diperoleh dengan cara yang tidak halal. Perhatikan pondok-pondok pesantren dan madrasah-madrasah yang telah menerima bantuan dari luar. kalau mutunya tidak merosot, maka barokahnya yang hilang.
Dasar pengambilan:
a.
Kitab
Tuhfatul Habib halaman 167:
يَصِحُّ وَقْفُ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ المُخْتَارِ فَيَصِحُّ مِنْ
كَافِرٍ وَلَوْ لِمَسْجِدٍ.
Sah wakaf dari kemutlakan tasaruf
yang suka rela, maka sah wakaf dari orang kafir meskipun untuk masjid.
b.
Kitab
Asyarqawi juz 2 halaman 147:
قَوْلُهُ (وَاَنْيَكُوْنَ
الواَقِفُ اَهْلاً لِلتَّبَرُّعِ) فَيَصِحُّ مِنْ كَافِرٍ وَلَوْلِمَسْجِدٍ
وَمُصْحَفٍ وَكُتُبٍ عِلْمٍ. وَاَنْ لَم يَعْتَقِدْ ذَالِكَ قُرْبَةً اِعْتِبَارًا
بِاعْتِقَاد ِنَا.
Ucapan musanif (Dan hendaklah
orang yang yang berwakaf itu adalah ahli kebajikan) maka sah wakaf dari orang
kafir meskipun untuk masjid atau mushaf atau buku-buku ilmu pengetahuan. Dan
hendaknya hendaknya pewakaf tidak meyakini wakaf tersebut untuk ibadah
(mendekatkan diri kepadaAllah) karena memperhatikan keyakinan kita.
2. Hukum hajinya sah, jika dia telah melakukan rukun-rukun haji,
hanya saja apabila pulang ke maktab sebelum melempar jumrah aqabah dan belum
melakukan tahalul awal, dia dapat melakukan tahalul awal dengan jalan tawaf
ifadah dan memotong/mencukur rambut.
Sebelum melakukan tahalul dia
masih mengenakan pakaian ihram dan masih terkena semua larangan ihram. Jika dia
telah mengenakan pakaian yang berjahit, dia wajib membayar dam.
Dan jika dia tidak menginap di
Mina satu malam dia harus membayar fidyah satu mud, dan kalau tiga malam harus
membayar dam (menyembelih kambing). Sebagaimana keterangan kitab-kitab fiqih
yang antara lain:
§ Kitab Khulasatul kalam fi arkaanil islam halaman 340
§ Kitab Al Lidlaah karangan Imam Nawawi dan Hasyiyah Ibnu Hajar Al
haitami halaman 391-40
Deskripsi :
1.
Apakah Ali
ikut menanggung dosa yang dilakukan oleh Aris, apabila Ali menerima pembayaran
tersebut padahal dia hanya berniat mengambil alih haknya yang terdapat pada
Aris?
2. Adakah perbedaan hukum antara permasalahan diatas dengan orang
yang menerima pemberian dari orang yang barangnya didapat dari barang haram dan
orang itupun tahu terhadap jalan pendapatan barang tersebut?
3. Apakah bisa direlevansikan antara kasus Ali dan Aris dengan
pajak wajib, di mana pemerintah dijadikan pihak yang memberikan hutang dan
rakyat (baik badan usaha atau bukan) dijadikan pihak yang berhutang (wajib
membayar pajak). Namun ada sebagian pihak rakyat yang wajib membayar pajak,
membayarnya dari uang haram. Misalnya prostitusi dan pemerintah pun menerima
pajak tersebut karena pajak itu hak pemerintah. Jadi adakah kesamaan hukum
antara permasalahan ini dengan kasus Ali dan Aris. Mohon disertai
dalil-dalilnya
Jawaban:
1.
Si Ali
tidak ikut menanggung dosa si Aris, karena si Ali tidak mengetahui perbuatan
dosa yang dilakukan oleh si Aris.
2. Jelas berbeda
3. Ada .
Dasar
pengambilan:
Kitab I’anatut Thalibin juz
2 halaman 355
قَالَ فِى المَجْمُوعِ يُكْرَهُ الأَخْذُ مِمَّنْ بِيَدِهِ حَلاَلٌ
وَحَرَامٌ كَالسُّلْطَانِ الجَائِرِ. وَتَخْتَلِفُ الكَرَاهَةُ بِقِلَّةِ
الشُّبْهَةِ وَكَثْرَتِهَا, وَلاَ يَحْرُمُ إلاَّ إنْ تَيَقَّنَ أَنَّ هَذَا مِنَ
الحَرَامِ.
Mushannif
(pengarang kitab) berkata dalam kitab Al Majmu’: ”Makruh mengambil
(bantuan/pemberian) dari orang yang padanya ada harta yang halal dan haram
seperti penguasa yang durhaka. Kemakruhan ini berbeda tingkatnya dengan sedikit
dan banyaknya kesubhatan. Dan tidak haram menerima pemberian kecuali jika
seseorang yang menerima yakin bahwa pemberian tersebut dari harta yang haram
Deskripsi :
1.
Pada zaman
sekarang ini banyak orang yang ingin mempercantik dirinya dengan cara
mengoperasi wajah atau anggota badan lainnya, misalnya operasi hidung agar
kelihatan mancung, bibir, mata dll, agar semua kelihatan indah dipandang
padahal usaha tersebut telah menyalahi ciptaan Allah SWT. Bagaimana hukumnya
dan apa dalilnya.
2. Apakah ayah tiri dapat membatalkan wudhu?
3. Setelah saya membaca AULA terbitan No. 6/ Th. VIII/Juni 1996
hal. 68 tentang alkohol dalam makanan, obat dan kosmetik dari uraian yang
panjang lebar itu saya belum dapat menyimpulkan hukum alkohol tentang halal dan
haramnya. Alkohol yang bagaimana yang dikategorikan haram?
Jawaban:
1.
Hukumnya
tidak boleh karena dilakukan dengan mengubah ciptaan Allah.
Dasar pengambilan:
Tafsir Munir juz 1 halaman 174:
(فلْيُغَيِّرُنَّ
َخْلق ِاللهِ) صْوَرةً وَصفَةً كَاِخْصاَءِ الْعَبِيْدِ وَفْقءِ الْعُيوْنِ
وَقَطْعِ الاذَان وَ الْوَشْمِ وَ الْوَشْرِ وَ وَسْلِ الْشَعِر
( ...
lalu mereka benar-benar mengubah ciptaan Allah) dalam bentuk dan sifat, seperti
mengebiri para budak, mencukil mata, memotong telinga, memberi tato, memanggur
gigi dan menyambung rambut.
2. Jika ayah tiri telah bersetubuh dengan ibunya. maka tidak lagi
membatalkan wudhu anak tirinya, dan jika belum bersetubuh, maka masih
membatalkan wudhu.
Dasar pengambilan:
Hamsi kitab Al
Baijuri juz 2 hal. 166:
(وَالْمُحَرٌماَتُ
بِالنَصِ اَرْبَعُ). .. اِلَي اَنْ قَالَ: (وَالرَبِيْبةَ) اي بِنْتُ ألزٌوْجَةِ
(اِذَا دَخَلَ بِاْلاُم ِ)
(قَوْلُهُ اِذَا دَخَلَ بِاْلاُمِ) خِلاَفاً مَا اِذَا لَمْ يَدْخُلْ بِهَا.
(dan
wanita-wanita yang haram untuk dinikahi sebab nash ada empat). ... sampai pada
ucapan mushonnif: (dan rabibah) yaitu anak perempuan dari istri (jika dia telah
menyetubuhi ibunya) —ucapan mushonnif “jika dia telah menyetubuhi ibunya—adalah
berbeda jika dia belum bersetubuh dengan ibunya.
3. Alkohol yang haram diminum adalah memabukkan.
Dasar pengambilan:
Kitab/Al-Majmuk/ syarah
dari kitab Al-Muhadzab juz 2 halaman 563:
وَاَمَّا اْلنَبِيذُ فَقِسْمَانِ: مُسْكِرٌ وَغَيْرُهُ
فَالْمُسْكِرُ نَجِسٌ عِنْدَ نَاوَعِنْدَ جُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ, وَشُرْبُهُ
حَرَام, وَلَهُ حُكْمُ الْخَمرِ فِي التَّنْجِيْسِ وَالتَّحْرِيْمِ وَوُجُوْبِ
الْحَدِّ
Adapun
hasil perasan buah, maka ada dua macam: memabukkan dan tidak memabukkan. Yang
memabukkan hukumnya najis menurut kami (madzhab Syafi’i) dan menurut jumhur
ulama’ dan meminumnya adalah haram, dan baginya berlaku hukum arak mengenai
kenajisannya dan keharamannya serta kewajiban memberi hukuman kepada peminumnya
Deskripsi :
1.
Di daerah
kami telah menjadi kebiasaan setia pada orang yang melangsungkan pernikahan
(akad nikah) terlebih dahulu memotong giginya dengan di-papar (bahasa
Madura) dengan tujuan untuk mempercantik. Sedangkan praktek tersebut seringkali
dikatakan haram. Betulkah hal tersebut diharamkan? Mohon disertai dasar
pengambilannya.
2. Tradisi sebagian daerah Madura termasuk daerah kami ada istilah
membayar bragad (bahasa Madura) dari orang (pihak laki-laki) yang akan
melangsungkan suatu pernikahan kepada pihak perempuan. Termasuk akad apakah bragad
tersebut? Mohon disertai dasar pengambilannya! Apakah ada batas maksimalnya?
3. Di luar negeri suatu perkawinan, di mana setiap ada resepsi
perkawinan selalu bubar artinya dirusak oleh beberapa kelompok manusia pada
waktu resepsi berlangsung, sehingga pemerintah setempat memberikan tunjangan
(asuransi) kepada kedua mempelai sekian persen. Bolehkah perkawinan semacam itu
dan termasuk akad apa?
4. Keluarga kami ada yang meninggal dunia disebabkan kecelakaan
(ditabrak mobil). Mayit meninggalkan ahli waris istri, anak, kakek dan nenek
(orang tua mayit). Tempat tinggal istri dan anak di Surabaya , sedang tempat tinggal kakek dan
nenek (orang tua mayit) di Madura.
a.
Siapakah
yang lebih berhak antara istri dan anak si mayit dengan kakek dan nenek
(orangtua mayit) untuk menguburkan si mayit tersebut sedangkan si mayit tidak
meninggalkan wasiat, padahal kedua pihak keluarga saling berebut untuk
menguburkan si mayit di daerah masing-masing. Mohon penjelasan!
b. Mayit tersebut meninggal dunia disebabkan tertabrak mobil,
berapakah aturan pemerintah yang sebenarnya tunjangan yang diberikan pihak
asuransi Jasa Raharja kepada ahli warisnya. Mohon penjelasan dan disertai
pengambilan bukunya.
Jawaban:
1.
Betul mem-papar
(bahasa Madura), mem-panggur (bahasa Jawa) hukumnya haram.
Dasar pengambilan:
Kitab Dalilul Falikhin juz
4 hal 494:
وَعَنْ اَبِيْ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ:
لَعنَ اللّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ
لِلْحُسْنِ المُتَغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ, فَقَالَتْ لَهُ إِمْرَاءَةٌ فِى
ذَلِكَ، فَقَالَ: وَمَا لِى لأَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِى كِتَابِ اللهِ، قَال اللهٌ تَعَالَى: وَمَا
آتَاكُمْ الرَسُولُ فَخُذُوه وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فانْتَهُوا. مُتَّفَقْ
عَلَيْهِ
Diriwayatkan
dari Ibn Mas'ud ra bahwasanya beliau telah berkata: Allah melaknat para wanita
yang bertato dan para wanita yang minta ditato, para wanita yang menyuruh
wanita lain untuk mencabuti bulu alisnya agar menjadi tipis dan tampak indah
dan para wanita yang merenggangkan gigi mereka sedikit untuk kecantikan dan
para wanita yang mengubah ciptaan Allah. Ada seorang wanita yang berkata kepada
beliau dalam hal tersebut, kemudian beliau berkata: "Bagaimana aku tidak
melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw, sedangkan hal itu disebutkan
dalam al Quran", Allah ta’ala berfirman: Apa saja yang rasul datangkan
kepadamu, maka ambillah dan apa saja yang Rasul melarang kepada kamu sekalian,
maka hentikanlah. Telah disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhori dan Muslim.
2. Bragad
atau di Jawa Tengah disebut dengan Jondang
atau di Kalimantan disebut Jujuran, adalah semacam mas kawin yang
tidak disebutkan dalam ijab qobul pada pernikahan berdasarkan permintaan dari
pihak calon pengantin wanita kepada pihak calon pengantin pria.
Di Kalimantan, setahu kami dapat
berupa seperangkat alat rumah tangga dan ruang yang jumlahnya mencapai puluhan
juta rupiah, berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak. Sedang akadnya
adalah termasuk akad hibah atau pemberian dari pihak calon pengantin pria
kepada pihak calon wanita: dan hukumnya boleh/jawaz. Tidak ada batas minimal
atau maksimalnya.
Dasar pengambilan:
Hadits Rasulullah saw yang
diriwayatkan oleh Imam at Tirmidzi sebagai berikut:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِيْنَ إلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ
حَلاَلاً أو أحَلَّ حَرَامًا. وَالمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ, إلاَّ شَرْطًا
حَرَّمَ حَلاَلاً أَو أحَلَّ حَرَامًا.
Perdamaian
itu boleh dilakukan di antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yang
mengharamkan perkara yang halal atau menghalalkan perkara yang haram.
Orang-orang Islam itu harus menepati persyaratan-persyaratan yang dibuat di
antara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan perkara yang halal atau
menghalalkan perkara yang haram.
3. Yang Anda maksud dengan luar negeri itu negara mana? Sebab kalau
pengetahuan anda itu berdasarkan tayangan film, maka hal itu hanyalah rekayasa
dari sutradara saja atau dari cerita yang difilmkan.
Yang Anda tanyakan itu mengenai
bentuk perkawinannya ataukah resepsi perkawinan yang menimbulkan kerusakan?
Kalau yang anda tanyakan adalah bentuk perkawinannya, maka selama perkawinan
tersebut telah memenuhi rukun nikah sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab
fiqh, yaitu:
a.
ada calon
pengantin pria
b.
ada calon
pengantin wanita.
c.
ada wali
yang memenuhi syarat agama Islam
d.
ada dua
orang saksi yang adil menurut agama Islam
e.
ada ijab
dan qobul.
Maka perkawinan tersebut sah.
Jika yang anda tanyakan adalah
resepsi perkawinannya, maka resepsi perkawinan yang menimbulkan kerusakan, maka
resepsi perkawinan semacam itu dilarang oleh agama Islam berdasarkan firman
Allah dalam Al Quran surat
Al-A’raf ayat 56 yang antara lain berbunyi:
وَلاَ
تُفْسِدُوا فِى الأرضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا. .. الآية.
Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
...
Adapun hukum dari pemberian
tunjangan (asuransi) yang diberikan oleh pemerintah setempat, maka saya
persilahkan anda membaca Aula nomor 10 Tahun XVIII/ Oktober 1996.
4. Mayat itu harus dikubur di pekuburan yang lebih dekat dengan
tempat ia meninggal dunia (tempat dia ditabrak mobil).
Dasar pengambilan:
Fathul Wahhab
Juz 1 halaman 101:
(وَحَرُمَ
نَقْلُهُ) قَبْلَ دَفْنِهِ مِنْ مَحَلِّ مَوْتِهِ (إلَى) مَحَلِّ (أبْعَدَ مِنْ
مَقْبَرَتِ مَحَلِّ مَوْتِهِ) لِيُدفَنَ فِيْهِ وَهَذَا أَوْلَى مِنْ قَوْلِهِ
وَيَحْرُمُ نَقْلُهُ إلَى بَلَدٍ آخَرَ (إلاَّ مَنْ بِقُرْبِ مَكَّةَ
وَالمَدِيْنَةِ وَإِيلِيَا) اى بَيْتِ المُقَدَّسِ فَلاَ يَحْرُمُ نَقْلُهُ
إلَيْهَا, بَلْ تُخْتَارُ لِفَضْلِ دَفْنِ فِيْهَا.
Dan
haram memindahkan mayat sebelum dikubur dari tempat meninggalnya ketempat yang
lebih jauh dari pekuburan tempat meninggalnya untuk dikubur ditempat itu. Ini
adalah lebih utama dari ucapan mushonnif: Dan haram memindah mayat ke daerah
lain, kecuali orang yang meninggal di dekat kota Makkah dan Madinah dan Iliya,
yaitu Baitul Muqoddas. Maka tidak haram memindahkan ke tempat-tempat tersebut,
bahkan tempat-tempat tersebut dipilih karena keutamaan menguburkan mayat
ditempat-tempat tersebut.
Kalau anda ingin mengetahui
beberapa jumlah uang yang dapat diberikan kepada Jasa Raharja kepada keluarga
atau ahli waris dari orang yang meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas,
kami persilahkan anda bertanya kepada PT Asuransi Jasa Raharja setempat
Deskripsi :
Seperti kebiasaan yang terjadi di
masyarakat setiap jenazah yang dimasukkan ke liang lahat, sebelum ditutup
dengan tanah lalu pak mudin mengazani dan mengiqomahi akan tetapi iqomahnya
tidak sama dengan iqomahnya waktu salat akan dimulai.
1.
Apakah
benar atau memang ada qod qoomatil qiyamah itu? Mohon penjelasan.
2. Bagaimana hukumnya membaca tahlil atau ikut mendoakan orang yang
telah meninggal dunia, padahal dia selama hidupnya tidak pernah mengerjakan
salat walaupun dia orang Islam/Islam KTP? Mohon penjelasan.
3. Apakah benar menjadi seorang imam dzikir fida’ itu harus sudah
minta ijin atau ijazah dari seorang guru mursyid? mohon penjelasan.
Jawaban:
1.
Dalam kitab
Tanbihul Ghofilin
bab Siddatu Alamil Maut
kami memang menjumpai kata-kata qod
qoomatil qiyamah yang dipergunakan untuk “kematian” seseorang.
Akan tetapi bahwa bacaan iqomah qod
qoomatis sholah diganti dengan qod qoomatil qiyamah maka
hukumnya tidak boleh sebab lafadz iqomah sebagaimana lafadz adzan adalah sudah
ditentukan oleh Nabi Muhammad saw. Sebagaimana misalnya adzan subuh, meskipun
lafadz ruquud
adalah sama artinya dengan lafadz naum
akan tetapi tidak boleh lafadz as
sholaatu khoirum minan naum diganti dengan lafadz as sholaatu khoirum minar ruquud.
Dasar pengambilan:
Kitab Hawasay As Syarwani wa Ibni Qosim al Ubaidiy ala Tuhfatu al
Muhtaji bi syarhi al Minhaji Juz 2 halaman 91:
وَيُكْرَهُ فِى غَيْرِ الصُبْحِ كَحَيَّ عَلَى خَيْرِ العَمَلِ
مُطْلَقًا, فَإنْ جَعَلَهُ بَدلَ الحَيَّ عَلَتَيْنِ لَمْ يَصِحَّ أذَانُهُ.
قَولُهُ (لَمْ يَصِحَّ أذَانُهُ) وَالقِيَاسُ حِينَئِذٍ حُرْمَتُهُ لأَنَّهُ بهِ
صَارَ مُتَعَاطِيًا لِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ.
Dimakruhkan di selain salat subuh
bacaan seperti ‘hayya ala khoiril amal’ secara mutlak, jika menjadikan bacaan
tersebut sebagai ganti dari kedua bacaan ‘hayya ala sholah’ dan ‘hayya ala al
falah’ maka tidak sah adzannya. Penjelasan tentang ‘tidak sah adzannya’ dan
qiyasnya ketika itu adalah keharamannya, karena dengan itu dia menjadi orang
yang melakukan ibadah yang rusak.
2. Jika orang yang tidak pernah mengerjakan salat itu masih merasa
berkewajiban melakukan salat, tetapi dia tidak mampu melakukannya, maka
hukumnya masih boleh ditahlilkan dan didoakan. Akan tetapi jika dia sudah
merasa tidak berkewajiban melakukan salat, apalagi menentang kewajiban salat
tersebut, maka hukumnya sudah tidak boleh ditahlilkan dan didoakan.
Dasar pengambilan:
Kitab Majmu’ mustamil ala arbai rosail halaman 6
تَارِكُ الصَّلاَةِ لاَيُعَادُ فِى مَرَضِهِ وَلاَ يُتْبَعُ فِى
جَنَازَتِهِ وَلاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ وَيُؤَكَلُ وَلاَ يُشَارَبُ وَلاَ يُصَاحَبُ
وَلاَ يُجَالَسُ وَلاَ دِيْنَ لَهُ وَلاَ أمَانَةَ لَهُ وَحَظَّ لَهُ فِي رَحْمَةِ
اللهِ وَهُوَ مَعَ المُنَافِقِيْنَ فِى دَرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ
(الحَدِيْث)
Orang yang sengaja meninggalkan
salat itu tidak boleh dikunjungi waktu sakit, jenazahnya tidak boleh diantarkan
ke kubur, tidak boleh diberi salam, tidak boleh diberi makan, tidak boleh
diberi minum, tidak boleh dijadikan teman, tidak boleh diajak duduk bersama.
Dia adalah orang yang sama sekali tidak beragama, tidak dapat diamanati dan
tidak ada bagiannya dalam rahmat Allah. Dia beserta orang munafiq ditingkat
yang paling bawah dari neraka (hadist).
3. Jika zikir fida’ tersebut memang salah satu amalan dari salah
satu gerakan toriqoh, Maka untuk menjadi imam zikir tersebut, memang harus
mendapat ijazah dari guru Mursyid thorikoh tersebut, akan tetapi jika zikir
fida’tersebut adalah sebagaimana yang tersebut dalam kitab Irsyadul Ibad,
artinya bukan amalan dari suatu gerakan torikoh, maka tidak harus mendapat
ijazah dari guru mursyid
Deskripsi :
1.
Dalam
kitab-kitab banyak disendirikan antara hukum mereka yang hurri dan mereka yang
abdi. Baik laki-laki ataupun perempuan. Timbul pertanyaan, apakah Islam
mengakui adanya perbudakan? Bagaimana cara merefleksikan hukum tersebut pada
masa-masa sekarang ini?
2. Apakah pelajar, mahasiswa atau karyawan pabrik/perusahaan itu
dapat digolongkan mustautin? Bagaimanakah batasan mustauthin itu? sahkah salat
Jumat yang mereka laksanakan di sekolah, kampus/perusahaan? Kalau saya
mengambil ibarah dari kitab I’anah juz 2 halaman 54 mereka ini termasuk
golongan yang mana?
3. Bolehkah seseorang hilah dengan mengambil hukum dari beberapa
imam madzhab, padahal dia tudak dalam posisi terpaksa? Bukankah keempat imam
tersebut tidak diragukan lagi keilmuannya bahkan kebenarannya? dan bukankah
sesuatu yang bernama kebenaran itu harus dapat digunakan semua golongan-
seperti Islam-?
Jawaban:
1.
Pada waktu agama Islam datang, di seluruh dunia ini sudah ada sistem perbudakan dan keadaan/wujud para budak itu tidak dapat dipungkiri. Kemudian Islam datang dengan keinginan agar para pemilik budak yang dapat diperjual belikan itu mau memerdekakan para budak dengan sukarela, antara lain dengan jalan kewajiban memerdekakan budak sebagai denda dari orang yang melakukan hubungan seksual dengan isterinya disiang hari pada bulan Ramadan dan lainnya. Sedang perbedaan hukuman bagi budak sebanyak setengah dari hukuman bagi orang merdeka adalah salah satu bukti perhatian Islam terhadap para budak.
Pada waktu agama Islam datang, di seluruh dunia ini sudah ada sistem perbudakan dan keadaan/wujud para budak itu tidak dapat dipungkiri. Kemudian Islam datang dengan keinginan agar para pemilik budak yang dapat diperjual belikan itu mau memerdekakan para budak dengan sukarela, antara lain dengan jalan kewajiban memerdekakan budak sebagai denda dari orang yang melakukan hubungan seksual dengan isterinya disiang hari pada bulan Ramadan dan lainnya. Sedang perbedaan hukuman bagi budak sebanyak setengah dari hukuman bagi orang merdeka adalah salah satu bukti perhatian Islam terhadap para budak.
Budak belian itu sekarang ini
tidak kita dapati di negeri-negeri Islam, sehingga perbedaan hukum antar orang
merdeka (hurri) dan budak (abdi) sudah tidak ada lagi.
2. Para
pelajar dan mahasiswa yang rumahnya berdekatan dengan sekolah atau kampus
termasuk golongan mustautin sedangkan yang rumahnya jauh dari sekolah atau
kampus tidak termasuk golongan mustautin. Demikian pula karyawan yang rumahnya
dekat dengan pabrik/perusahaan termasuk golongan mustautin, sedang yang jauh
tidak termasuk golongan mustautin. Yang dimaksud dekat disini adalah dapat
mendengarkan adzan dari tempat mendirikan salat Jumat yang dilakukan di atas
menara tanpa pengeras suara dari muadzin yang suaranya normal pada saat yang
hening tanpa kebisingan.
Yang dimaksud dengan mustautin
adalah orang yang bertempat tinggal menetap di suatu tempat, tanpa ada
keinginan pulang kembali ke kampung halamannya manakala tujuannya telah
tercapai sebagaimana pelajar atau mahasiswa yang kost dikota lain dengan tujuan
mencari ilmu yang apabila setelah lulus dai akan pulang ke kampungnya atau
pindah ketempat lain. Maka mereka ini meskipun menetap sampai 5 tahun menuntut
ilmu, tidak dapat digolongkan mustautin, tetapi hanya digolongkan mukimin saja.
Salat Jumat yang dilakukan oleh
orang-orang yang mukim atau musafir seperti karyawan pabrik/ perusahaan adalah
sah jika tempat melakukan salat Jumat tersebut sah menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh syariat Islam. Akan tetapi mereka ini tidak sah dijadikan
hitungan sebagai ahli Juamat di tempat melakukan salat Jumat tersebut.
Mengenai salat Jumat yang diadakan
di sekolah/kampus atau di lingkungan pabrik, selama ahli Jumatnya yang terdiri
dari orang-orang yang mustautin ada sejumlah 40 orang (menurut madzhab Syafii)
laki-laki, orang merdeka bukan budak, sehat pendengarannya dan semuanya dapat
membaca al Quran dengan benar, dan meskipun hari libur bertepatan dengan hari
Jumat salat Jumat ditempat tersebut tetap ada (tidak diliburkan). Sedang
tempatnya cukup jauh dengan tempat mendirikan salat Jumat yang lain (minimal
1666 m, menurut keputusan Muktamar NU), maka mendirikan salat Jumat ditempat
tersebut adalah sah.
Menurut ibarat dari kitab I’anatut
Thalibin juz 2 halaman 54, para murid sekolah, mahasiswa dan para karyawan yang
tidak berdomisili di sekitar tempat mendirikan salat Jumat tidaklah termasuk
golongan mustautin.
Dasar pengambilan Kitab Tausyih
ala ibn Qosim halaman 78:
(وَ)
السَّابِعُ (الإسْتِيْطَانُ) بِمَحَلِّ إِقَامَةِ الجُمُعَةِ فَلاَ تَنْعَقِدُ
بِمَنْ يَلْزَمُهُ حُضُورُهَا مِنْ غَيْرِ المُسْتَوْطِنش وَهُوَ المُقِيْمُ
بِمَحَلِّهَا أرْبَعَةَ أيَّامِ صِحَاحٍ أو بِمضا يُسْمَعُ مِنْهُالنِّدَاءُ.
وَلاَ تَنْعَقِدُ بِمُسافِرٍ وَمُقِيْمٍ عَزَمَ عَلَى عَوْدِهِ لِوَطَنِهِ وَلَو
بَعْدَ مُدَّةٍ طَوِيْلَةٍ. وَالمُسْتَوطِنُ مَنْ لاَيُسَافِرُ مِنْ مَحَلِّ
فَغَيْرُ المُسْتَوطِنِ إنْ كَانَ مُسَافِرًا لَمْ تَجِبْ عَلَيْهِ وَلاَ
تَنْعَقِدُ بِهِ وَتَصِحُّ مِنْهُ وَإنْ كَانَ مُقِيْمًا وَلَوْ أربَعَةَ أيَّامِ
صِحَاحٍ وَجَبَتْ عَلَيْهِ وَلاَ تَنْعَقِدُ بِهِ وَتَصِحُّ مِنْهُ.
“Dan yang ketujuh (dari
syarat-syarat mendirikan salat Jumat) adalah istitan (bertempat tinggal
menetap) di tempat mendirikan salat Jumat. Sehingga salat Jumat itu tidak sah
(apabila ahli Jumatnya paling sedikit 40 orang itu digenapi jumlahnya) dengan
orang yang wajib menghadiri salat Jumat dan ia bukan mustautin, yaitu orang
yang bertempat tinggal ditempat mendirikan salat Jumat selama empat hari penuh,
atau digenapi dengan orang yang mendengar adzan melalui pengeras suara atau
radio tetapi rumahnya sangat jauh dari tempat mendirikan salat Juamat. Salat
Jumat tidak sah dengan ahli Jumat (jamaah tetap) orang musagir atau orang mukim
yang bercita-cita kembali kenegerinya meskipun sesudah jangka waktu yang lama.
Mustautin itu adalah orang yang tidak bepergian dari tempat tinggalnya pada
musim hujan atau musim lainnya, kecuali karena ada keperluan. Orang yang tidak
mustautin, jika dia bepergian, maka dia tidak wajib melakukan salat Jumat dan
salat Jumat itupun tidak sah jika ahli Jumatnya digenapi dengan dia, dan jika
musafir ini melakukan salat Jumat, maka salat Jumatnya sah. Jika musafir itu
tinggal di suatu tempat, meskipun selama empat hari penuh, maka dia wajib
melakukan salat Jumat dan salat Jumat tidak sah jika ahli Jumatnya digenapi
hitungannya dengan dia, dan salat Jumat yang dilakukan olehnya sah. ”
3. Perlu anda ketahui bahwa perbedaan pendapat diantara para imam
madzhab itu adalah disebabkan oleh perbedaan ushul dan pendangan mereka
terhadap dalil-dalil nash. Sebagai contoh, madzhab Hanafi tidak mau menggunakan
hadist ahad (hadist yang dalam satu stadium hanya diriwayatkan oleh satu orang)
meskipun sahih sebagai dasar pengambilan hukum. Bagi madzhab Hanafi hadist yang
dapat dijadikan dasar hukum itu paling tidak adalah Hadist Mashur (hadist yang
dalam satu stadium diriwayatkan oleh paling sedikit dua orang).
Sebaliknya madzhab Maliki mau
menggunakan hadist dlaif asal tidak terlalu dlaif sebagai dasar pengambilan
hukum. Sedang madzhab Syafii hanya mau menggunakan hadist sahih meskipun hadist
tersebut adalah hadist ahad.
Terhadap ayat-ayat al Quran serta
perbedaan ushul diantara mereka, maka hasil ijtihad mereka menjadi
berbeda-beda. Jadi jika dalam satu masalah, misalnya fardlu wudlu, kita setuju
pendapat madzhab Syafii, yaitu enam, maka hal itu berarti kita setuju pendapat
Imam Syafii bahwa hadist yang dapat dijadikan dasr hukum adalah hadist sahih
meskipun ahad. Jika kita setuju pendapat madzhab Hanafi, yatiu empat, maka hal
itu berarti kita setuju pendapat Imam Abu Hanifah bahwa hadist yang dapat
dijadikan dasar hukum adalah hadist masyhur. Kemudian jika kita setuju pendapat
madzhab Maliki, yaitu delapan, maka hal itu berarti kita setuju pendapat Imam
Malik bin Anas bahwa hadist dlaif itu dapat dijadikan dasar hukum.
Dengan demikian, maka dapat kita
ketahui bahwa jika seseorang dalam keadaan tidak terpaksa memiliki pendapat
yang ada diantara para Imam Madzhab dengan alasan sama benarnya (melakukan
talfiq) , maka berarti orang tersebut tidak mengetahui dan tidak memiliki
pendirian yang tetap (consist) terhadap pokok masalah yang menjadi landasan dan
dasar hukum. Terlebih hal itu tidak diperkenankan oleh agama.
Dasar pengambilan Kitab I’anatut
Thalibin juz 4 halaman 217-218:
(فَائِدَةٌ)
إِذَا تَمَسَّكَ العَامِى بِمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَتُهُ وَإلاَّ لَزِمَهُ
التَمَذْهَبُ بَمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ مِنَ الأرْبَعَةٍ لاَغَيْرِهَا وَإنْ عَمَلَ
بِالأوَّلِ. الإنْتِقَالُ الَى غَيْرِهِ بِالكُلِّيَّةِ أوْ فِى المَسَائِلِ
بِشَرْطِ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ الرُخَصُ بِأنْ يَأخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ
بِالأَسْهُلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى الأوجَة.
(faedah) apabila ada seorang yang
awam berpegang teguh pada satu mazhab, maka wajib baginya untuk menyesuaikan
diri dengan mazhab tersebut. Jika tidakdemikian, maka wajib baginya bermazhab
dengan mazhab yang tertentu dari empat mazhab, bukan dengan selainya. Kemudian
jika dia mengamalkan dengan mazhab yang pertama, dia boleh pindah ke mazhab
lainya secara keseluruhan atau dalam masalah tertentu dengan syarat tidak
mengikuti keringanan-keringanan, seperti apabila dia mengambil dari mazhab yang
paling ringan dari mazhab tersebut, sehingga karenaya, menurut pendapat yang
paling kuat, dia menjadi orang yang fasik
Deskripsi :
1.
Dalam salat
jamaah (misalnya magrib) imam lupa akan bilangan rakaat yang telah dilakukan.
Yaitu yang sebenarnya sudah mendapat tiga rakaat, tapai karena lupa maka imam
menambah rakaat lagi. padahal makmumsudah mengucapkan tasbih tapi imam masih
terus (dan mungkin saja karena tidak mengerti kesalahan yang di maksud makmum
lewat tasbih tadi).
Lalu bagaimana posisi makmum yang
benar, apakah mengikuti rakaat imam tadi atau menanti dalam tahiyyat ahir dan
membiarkan imam sendiri atau mufaraqah, serta bagaimana tindakan makmum masbuq
yang hanya kurang satu rakaat saja dalam jamaah. Seperti ini tolong dijawab
lengkap dengan ta’birnya.
2. Bagaimana cara menghitung air untuk boleh tidaknya dipakai
berwudlu, sedang air itu mnengalir misal di sungai, dengan cara mengunakan
istilah jiryah sebagaimana keterangan yang terdapat dalam Kitab Kasifatus saja,
bab Al ma’u qolilun wa…halaman 22. Tolong diterangkan maksud ta’bir tersebut
dengan jelas atau mengunakan ta’bir kitab lain yang lebih jelas.
Jawaban:
1.
Jika makmum
telah yakin bahwa sholat magrib yang di lakukan telah tiga rakaat, maka makmum
tidak boleh berdiri mengikuti imam. Tetapi harus duduk menanti imam melakukan
tasyahud kemudian salam bersama imam, atau makmum mufaraqah memisahkan diri
dari imam.
Bagi imam,
apabila dia mendengar tasbih hanya dari seorang makmum saja, maka dia tidak
boleh duduk sehingga dia yakin bahwa salat yang dia lakukan sudah tiga rakaat.
Jadi duduk imam berdasarkan keyakinanya, dan bukan dari tasbih dari seorang
makmum. Jika yang melakukan tasbih adalah makmum yang banyak, sedangkan imam
mendengar tasbih tersebut dan tidak mau duduk, maka salat si imam batal karena
menambah rukun;dan salat para makmum sah.
Bagi makmum
masbuq, jika dia telah yakin imam telah melakukan salat tiga rakaat, maka dia
tidak boleh mengikuti imam berdiri
Dasar
pengambilan Kitab Hamisy I’anatut Thalibin juz 2 halaman71:
(فَرْعٌ)
لَو قاَمَ أِمَامُهُ لِزِيَادَ ةٍ كَخَامِسَةٍ وَلَوْ سَهْوًا لَمْ يَجُزْلَهُ
مُتَابَعَتُهُ وَلَوْ مَسْبُوقاًاَوْشَاكًّافِي رَكْعَةٍ بَلْ يُفَارِقُهُ
وَيُسَلِّمُ اَوْيَنْتَظِرُهُ عَلَي الْمُعْتَمَدِ.
(cabang) andaikata imam berdiri
untuk menambah rakaat, seperti rakaat kelima meskipun karena lupa, tidak boleh
bagi makmum mengikutinya meskipun dia makmum masbuq, atau karena ragu-ragu
dalam rakaat. Tetapi ma’mum harus mufaraqah dan salam atau menanti imamnya
menurut pendapat yang dapat di jadikan pegangan.
2. Istilah satu jiryah yang ada dalam kitab kasyifatus saja halaman
22 tersebut adalah sama dengan istilah debit air tiap satu detik. Untuk
memahami istilah ini, kami persilahkan anda bertanya ke kantor PDAM yang ahli
mengukur jumlah volume air tiap satu detik. Seingat kami, jika aliran di sungai
terdapat 245 liter dengan mengingat lebar dan dalam sungai air tersebut, maka
jiryah tersebut dinamakan dua kulah
Deskripsi :
1.
Ada yang
mengatakan bahwa bid’ah ada dua macam (mahmudah dan mazmumah) tolong diberi
penjelasan dalil naqlinya (Al Qur’an dan Hadist)?
2. Bagaimana kaitanya dengan hadits Nabi semua bid’ah dholalah?
3. Andaikata ada perbedaan antara sabda nabi dengan fatwa ulama,
maka keduanya yang patut di ikuti siapa?
Jawaban:
1.
Berdasarkan
Kitab Ianatut Tholibin juz 1 halaman 271:
وَقَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِى فَتْحُ الْمُبِيْنِ فِى شَرْحِ قَوْ لِهِ
صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ: مَنْ اَحْدَثَ فِى اَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ
مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ, مَا نَصُّهُ: قَلَ الشَافِعِيُّ رَضِيَ الله عَنْهُ: مَا
اَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ إجْمَاعًا أو أَثَرً فَهُوَ
البِدْعَةُ الضَّالَّةُ وَمَا أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيْئًا
مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ.
Ibnu Hajar berkata dalam kitab
Fathul Mubin dalam mensyarahi sabda Nabi Muhammad saw: “Barangsiapa mengadakan
hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini, apa saja yang tidak dari agama
tersebut maka hal itu adalah tertolak. Apa yang dinyatakan: Imam as Syafii ra
berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul
atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dlalalah. Dan
apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal
tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji).
Sabda Nabi Muhammad saw, yang
diriwayatkan oleh Imam ad Dailami dalam kitab Musnad al Firdaus:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ إلاَّ بِدْعَةً فِى عِبَادَةٍ.
Setiap bid’ah itu adalah sesat,
kecuali bid’ah dalam memperkuat ibadah.
2. Jika saudara mendalami ilmu bahasa Arab, niscaya anda akan memahami
bahwa hadist Nabi yang menyatakan bahwa setiap bid’ah itu adalah sesat, adalah
masih dapat menerima pengecualian, karena lafadz kullu bid’atin adalah isim yang dimudlafkan kepada isim nakirah, sehingga dlalalah-nya adalah bersifat ‘am (umum).
Sedangkan setiap hal yang bersifat umum pastilah menerima pengecualian.
3. Andaikata ada, maka yang patut diikuti sudah barang tentu adalah
sabda Nabi saw. Akan tetapi saudara harus menyadari bahwa tidak seorangpun dari
para ulama yang sebenarnya berani memberikan fatwa, kecuali berdasarkan nash al
Quran atau hadist Nabi saw
Deskripsi :
1.
Bagaimanakah
hukum macam-macam salat sunah di bawah ini:
§ Usholli sunnatan nisfu sya’ban (salat pada malam pertengahan
bulan Sya’ban)?
§ Usholli sunnatan lailatul qodri (salat di/pada malam lailatul
qodar)?
§ Usholli sunnatan lidaf’il bala’i (salat rebo wekasan/di akhir
bulan safar)?
2. Bayi yang baru lahir, namun tidak ada tanda-tanda hayat.
Bagaimana mengurus jenazahnya?
3. Apabila seseorang Imam/Khatib melakukan dosa kabair.
a.
Sahkah Jumatnya?
b. Sahkah bagi makmum yang meragukan karena bencinya?
c.
Apakah biji
mata termasuk anggota wudlu yang wajib dibasuh, demikian pula bila junub?
Jawaban
1.
Salat-salat
sebagaimana yang saudara sebutkan dalam pertanyaan, adalah perbuatan bid’ah
yang jelas, sedangkan hadist-hadist yang menyebutkan hal tersebut adalah
hadist-hadist palsu.
Dasar pengambilan Hamisy I’anatut Thalibin juz 1
halaman 270:
أمَّا الصَّلاَةُ المَعْرُوفَةُ لَيْلَةَ الرَّغَائِبِ وَنِصْفَ
الشَّعْبَانِ وَيَومَ عَاشُرَاءَ فَبِدْعَةٌ قَبِيْحَةٌ وَاَحَادِيْثُهَا
مَوْضُوعَةٌ.
”Adapun salat yang dikenal pada
malam-malam yang dicintai dan pada malam nisfu Sya’ban serta hari Asyura’ adalah
bid’ah yang jelek, sedangkan hadist-hadist (mengenai hal itu) adalah palsu”.
2. Menurut Imam Ramli, jika bayi tersebut telah berumur 6 bulan
atau lebih, sekalipun tidak ada tanda-tanda kehidupan baginya, maka cara
mengurusnya seperti orang dewasa. Sedangkan menurut para Imam lainnya, tidak
wajib diurus seperti orang dewasa yang meninggal dunia.
Dasar pengambilan Kitab Is’adur Rafiq Juz 1 halaman 105
وَتَجِبُ كُلُّهَا لِسقْطٍ بِتَثْلِيْثِ اَوَّلِهِ مِنَ السُقُوْطِ
اِذَا ظَهَرَتْ فِيْهِ اِمَارَةُ الحَيَاةِ كَاخْتِلاَجٍ اِخْتِيَارِيٍّ بَعْدَ
اِنْفِصَالِهِ وَبِالاَوْلَى مَالَوْ عُلِمَتْ حَيَاتُهُ بِنَحْوِ صِيَاحِ وَاِنْ
لَمْ يَنْفَصِلْ كُلُّهُ. بَلْ عِنْدَ مَرِ مَتَى بِضَلَغَ سِتَّةَ اَشْهُرٍوَاِنْ
لَمْ تَظْهَرفِيْهِْ اِمَارَةُالأحَيَاةِ حُكْمُهُ حُكْمُ الْكَبِيْرِ.
Dan wajib seluruh kewajiban
mengurue mayit bagi bayi yang keguguran, jika nampak padanya tanda-tanda
kehidupan seperti gerakan yang normal setelah terlepas dari kandungan ibunya.
Apalagi jika di ketahui kehidupanya dengan berteriak, meskipun belum sempurna
terpisah dari perut ibunya. Bahkan menurut Imam Ramli, ketika janin telah
berumur enam bulan, sekalipun tidak nampak padanya tanda-tanda kehidupan, maka
hukumnya adalah seperti hukumnya orang dewasa.
3.
a.
Sah
b. Bagi makmum hukumnya sah, tetapi makruh.
Dasar pengambilan Kitab I’anatut Thalibin juz 2 halaman 47:
وَصَحَّ اِقْتِدَأٌ
بِفَاسِقٍ وَمُبْتَدِعٍ لَكِنْ مَعَ الْكَراَهَةِ.
Dan sah makmum dengan orang fasik
dan ahli bid’ah, tetapi makruh.
4. Biji mata tidak wajib dibasuh ketika wudlu maupun mandi janabat.
Dasar pengambilan Kitab Is’adur Rafiq juz 1 halaman 75:
أَمَّا بَاطِنُهُ كَبَاطِنِ العَيْنِ وَالفَمِ وَالأنْفِ وَإنْ
ظَهَرَبِنَحْوِ قَطْعٍ. إذِ العِبْرَةُ بِالأصْلِ. إِنَّمَا جُعِلَ فِى
النَّجَاسَةِ ظَاهِرًا لِغَلَظِهضا, فَلاَ يَجِبُ غَسْلُهُ.
“Adapun bagian dalam dari muka,
seperti bagian dalam mata, mulut dan hidung, meskipun nampak karena terpotong.
Karena pandangan hukum adalah pada asalnya, dan sesungguhnya bagian dalam
tersebut dikenakan hukum najis pada lahirnya adalah karena najis yang berat,
maka bagian dalam tersebut tidak wajib dibasuh
Deskripsi :
1.
Seorang
karyawan/pegawai biasanya terima gaji di muka baru pada bulan itu bekerja.
Bagaimanakah seandainya di awal bulan September dia telah terima gaji bayaran
tetapi karena kecelakaan atau sakit dia tidak bisa bekerja selama bulan
September. Bagaimanakah dengan gaji yang diterimanya, berhutangkah dia?
Jika termasuk berhutang, bagaimana
cara mengembalikan/mengesahkannya jika dia pegawai negeri?
2. Bagaimana hukumnya membuat novel, komik, cerita-cerita atau
sejenisnyadan di publikasikan (disampaikan pada orang lain) di cerita itu hanya
hayalan belaka tetapi pembaca bisa membayagnkan seolah ada dan terjadi? Bisakah
masuk kategori pembuat cerita bohong dan dusta?
§ Seandainya karangan cerita itu diterbitkan oleh penerbit dan
dapat imbalan, halal atau tidak imbalan tersebut?
§ Apakah berpahala jika karangan fiksi itu isinya nasehat baik
atau misi dakwah?
3. Bagaimana pula dengan hukum mengikuti undian kuis seperti
seperti dengan mengirim jawaban pada kartu pos atau mengirim bungkus kosong
barang yang pemenangnya hanya diundi dan untung-untungan? Bagaimana hadiahnya
dengan pemenangnya, halal atau tidak?
4. Seorang guru membuat cerita karangan muridnya mengira
benar-benar ada. Cerita itu disampaikan guru dengan tujuan mendidik dan memberi
nasehat yang baik kepada muridnya. Seperti orang tua dulu memberi cerita si
kancil kepada anaknya dengan tujuan memberi nasihat yang baik. Bagaimana hukum
guru yang membuat cerita itu dan menyampaikanya kepada muridnya?
5.
Seorang
guru sering dibuat jengkel dan kesal bahkan marah oleh tingkah laku atau sikap
muridnya/ siswa. Bolehkah guru marah untuk mendidik? Bagaimana cara seandainya
guru itu terpaksa harus menampakan rasa marahnya agar muridnya menurut?
Jawaban:
1.
Pegawai itu
ada tiga macam:
§ Pegawai tetap, yaitu pegawai yang tetap mempunyai hak menerima
gaji penuh meskipun dia sakit sampai satu bulan lebih atau tidak masuk karena
cuti di luar tanggungan.
§ Pegawai bulanan, yaitu pegawai yang mempunyai hak penuh gaji
satu bulan meskipun dia tidak masuk bekerja beberapa hari karena sakit atau cuti,
kecuali cuti di luar tanggungan.
§ Pegawai harian, yaitu pegawai yang berhak menerima gaji satu
hari penuh pada setiap hari. Dia datang untuk bekerja, meskipun pada jam
tertentu dia tidak bekerja karena melakukan salat, makan dan sebagainya yang
tidak dapat dihindarkan.
Jadi pegawai negeri yang sakit
seperti tersebut pada pertanyaan, dia tidak berhutang, karena gaji yang telah
diterima awal bulan itu sudah menjadi haknya.
Dasar pengambilan Kitab Hamsy dari
syarah Kitab Ar-Raudl
juz 2 halaman 412:
وَلَوْاسْتَأْ جَرَلِلأِمَا مَةْ وَلَوْ لِنَافِلَةٍ
كَاتَّرَاوِيْحِ لَمْ يَصِحَّ (قَوْلُهُ لَوِ اسْتَأْ جَرَ) اِلَى آخِرِهِ, ظَنَّ
بَعْضُهُمْ اَنَّ اْلجَمْكِيَّةَ عَلَى الاْءِمَامَةِ وَالطَّلَبِ
وَنَحْوِهِمَامِنْ بَابِ الاءِجَارَةِ حَتَّى لاَ يَسْتَحِقُّ شَيْأً اِذَا
أَخَلَّ بِبَعْضِ اَيَّامٍ اَوِالًَصَّلاَة. وَلَيْسَ كَذَالِكَ, بَلْ هُوَ مِنْ
بَابِ الاءِ رْصَادِ وَاْلاَ رْزَاقِ اَلْمَبْنِيِّ عَلَى اْلاءِحْسَانِ
وَاْلمُسَامَحَةِ. بِخِلاَفِ اْلاءِجَارَةِ فَاءِنَّهَا مِنْ بَابِ
اْلمُعَاوِضَةِ. وَلِهَذَا يَمْتَنِعُ اَخْذُ اْلأُجْرَةِ عَلَى اْلقَضَاءِ,
وَيَجُوْزُ اِرْزَاقُهُ مِنْ بَيْتِ اْلمَالِ بِالاءِجْمَاعِ.
Andaikata seseorang yang
mengambil upah untuk menjadi imam salat meskipun salat sunat seperti salat
sunat tarawih, maka hukumnya tidak sah. (ucapan musanif “Andaikata seseorang
mengambil upah”) dan seterusnya, sebagian dari ulamak ada yang mengira bahwa
gaji mengimami dan uang saku karena menuntut ilmu dan yang seperti keduanya
adalah termasuk bab ijarah (mengambil upah) sehingga seorang imam tidak berhak
sedikit pun dari gaji tersebut apabila seorang imam tidak mengimami pada
sebagian hari atau sebagian salat. Yang benar tidaklah demikian; melainkan gaji
tersebut adalah termasuk bab pemberian nafkah dan pemberian rizqi yang di
dasarkan pada perbuatan baik dan toleransi. Berbeda dengan buruh yang mengambil
upah, maka upah tersebut termaduk pemberian imbalan. Oleh karennya, seseorang
tidak boleh mengambil upah karena memutuskan perkara, tetapi boleh memberi
rizqi kepeda hakim yang memutuskan perkara dari baitul maal (kas negara)
menurut ijma’.
2.
Jika
novel, komik, cerita dan lainya yang dikarang seperti tersebut dalam pertanyaan
itu hanya dimaksudkan sebagai hiburan yang tidak memiliki muatan pendidikan dan
nasihat, maka pengaranya termasuk orang yang berbuat sia-sia padahal perbuatan
sia-sia itu harus di tinggalkan oleh setiap orang muslim yang baik, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad saw:
مِنْ حُسْنِ الأِسْلاَمِ اْلمَرْءِ تَرْكُهُ مَالاَ يَعْنِيْه.
Termasuk
kebaikan islam orang itu adalah meniggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.
Jika
novel, komik, ceritera lainnya tersebut berisi pelecehan terhadap nilai-nilai
agama, maka hukumnya berdosa.
Jika
ceriteranya hanya sekedar hiburan belaka maka honor yang diperolehnya halal
tetapi tidak membawa berkah. Dan jika berisi pelecehan terhadap nilai-nilai
agama maka hukumnya haram, karena honor tersebut diterima dari hasil pekerjaan
yang haram.
Jika
ceriteranya berisi nasihat dan muatan dakwah, maka perbuatanya mendapat pahala
selama ceritera tersebut tidak terdapat kebohongan (khayalan yang dusta).
Dasar
pengambilan Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Sayyidah Umi Kulsum:
مَارَحَّصِ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم شَيئاً مِنَ اْلكِذْبِ
اِلاَّ فِى ثَلاَثٍ: الَّرجُلُ يَقُوْلُ اْلقَوْلَ فِى اْحَرْبِ, وَالَّرجُوْلُ يَقُوْلُ
اْلقَوْلَ يُرِيْدُ الاءِ صْلاَحَ وَالَّر جُلُ يُحَدّ ِث اِمْرَأتَهُ.
Tiadalah Rasulullah saw, memberi
keringanan sedikitpun dari orang yang berdusta, kecuali dalam tiga hal:
Laki-laki yang berdusta kepada musuh dalam waktu perang. Laki-laki yang berdusta
untuk mendamaikan orang muslim yang bertengkar. Laki-laki yang berdusta kepeda
istrinya dengan mengatakan makanaya enak (padahal itu tidak enak) untuk tidak
menyakiti hatinya.
3. Hukumnya boleh, sebab semua orang yang mengikuti undian tersebut
tidak mengeluarkan uang taruhan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab fiqih
sebagai qimar/judi.
Hadiahnya halal, karena hanya
sebagai bonus dari barang yang telah dibelinya atau sebagai hadiah dari yang
mengadakan kuis.
Dasar pengambilan Ahkamul Fuqoha Juz 3 halaman 16-17:
وَأمَّا مَسْئَلَةُ هـ (مَسْأَلَةُ القَرْعَةِ) فَحُكْمُهَا
عَلَىالتَّفْضِيْلِ الآتِى: أ. إذَا كَانَتِ القَرْعَةُ مُعْتَدَةً عَلَى غَنَمٍ
اَوْ غَرَمٍ فَحُكْمُهَا حَرَامٌ لأَنَّهَا مِنْ القِمَار. ب. إِذَا كَانَتِ
القَرْعَةُ غَيْرَ مُعْتَمِدَةٍ عَلَى غَنَمٍ أَوْ غَرَمٍ لَكِنْ تَتَضَمَّنُ
عَلَى هَدِيَّةٍ غَيْرِ مُعَيَّنَةٍ كَمَا جَرَى بَيْنَنَا مِنْ أنَّ المُشُتَرِى
يَشْتَرِى شَيْئًا بِثَمَنِ المِثْلِ ثُمَّ هُوَ يَتَسَلَّمُ وَرَقَةً مَعْدُودَةً
فِيْهَا هَدِيَّةٌ غَيْرُ مُعَيَّنَةٍ بَلْ عَلَى حَسَبِ القَرْعَةِ أوْ مَا جَرَى
مِنْ بَيْنِنَا مِنْ أَنَّ مَنْ يُسَاعِدُ لِبِنَاءِ البُنْيَانِ لِجِهَّةِ
الخَيْرِ كَبِنَاءِ المَدْرَسَةِ اَو الرِّبَاطٍ لِلْمَعْهَدِ الدِّيَنِي اَو
المَسْجِدِ اَو غَيْرِهَا يَتَسَلَّمُ الوَرَقَةَ المَذْكُورَةَ, ثُمَّ بَعْدَ القَرْعَةِ
فَمَنْ وَافَقَتْ وَرَقَتُهُ إلَى بَعْضِ الهَدَايَا المُهَيَّئَةِ فَهُوَ الَّذِى
يَسْتَحِقُّ أنْ يَتَسَلَّمَ الهَدِيَّةَ فَلَيْسَتْ تِلْكَ القَرْعَةُ حَرَامًا
لأَنَّهَا لَيْسَتْ مِنَ القِمَارِ بِشَرْطِ أنْ تَكُونَ الهَدَايضا المُهَيَّئَةُ
غَيْرَ مَأْخُوذَةٍ مِنْ بَعْضِ المُسَعَادَاتِ.
“Adapun masalah Ha’ (masalah
undian) maka hukumnya adalah menurut perincian mendatang: (1) Apabila undian
itu didasarkan pada untung rugi, maka hukumnya adalah haram, karena undian
tersebut termasuk qimar (judi); (2) Apabila undian itu tidak didasarkan pada
untung atau rugi, tetapi menjamin hadiah yang tidak ditentukan seperti yang
berlaku diantara kita sekarang ini, yaitu bahwa pembeli yang membeli sesuatu
dengan harga yang sepadan, kemudian dia menerima surat undian yang telah
dijanjikan yang didalam surat itu tertulis hadiah yang tidak ditentukan, tetapi
hanya menurut hasil undiannya. Atau apa yang berlaku diantara kita, misalnya
orang yang memberikan sokongan untuk membangun sebuah bangunan-bangunan untuk
kebaikan, seperti bangunan madrasah, atau pondok pesantren atau masjid atau
lainnya, orang tersebut menerima surat
undian seperti tersebut. Kemudian setelah diundi, maka siapa saja yang surat undiannya cocok
dengan sebagian dari hadiah-hadiah yang telah ditentukan, maka dialah yang
berhak menerima hadiah. Undian seperti ini tidaklah haram, karena tidak
termasuk qimar (judi). Hadiah yang disediakan tersebut disyaratkan tidak
diambilkan dari sebagian uang sokongan”.
4. Hukumnya boleh, karena tokoh-tokoh yang ada dalam cerita yang
disampaikan oleh guru seperti tokoh kancil dalam cerita orang tua dahulu kepada
anaknya, hanyalah sebagai media (perantara) untuk memudahkan sang anak menerima
dan memahami isi cerita yang disampaikan; sebab anak yang masih kecil itu masih
sulit untuk memahami sesuat yang bersifat abstrak.
Dasar pengambilan Qaidah Ushul
Fiqh
لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ المَقَاصِدِ
‘Perantara-perantara itu mempunyai
hukum seperti hukum dari tujuan-tujuannya”.
5.
Dalam ilmu
mendidik yang paling modern sekarang ini memang masih dikenal sistem:
§ Hukuman yang dapat berbentuk sikap marah yang ditunjukkan oleh
guru kepada murid yang lalai terhadap kewajibannya, dengan maksud agar tidak
lagi mengulangi kelalaiannya.
§ Hadian yang dapat berbentuk pujian yang disampaikan guru kepada
muridnya yang meraih prestasi, dengan maksud agar dia mempertahankan bahkan
meningkatkan prestasi yang telah dicapainya dan juga memberi dorongan kepada
murid-murid yang lain untuk meraih prestasi.
§ Persuasi atau rayuan atau bujukan yang dilakukan oleh guru
kepada murid yang tidak mau mengerjakan tugas yang tidak disukainya.
Sudah barang tentu dalam
menjalankan tiga macam sistem tersebut harus dijaga jangan sampai berlebihan,
sehingga akan membawa dampak yang negatif bagi tujuan pendidikan itu sendiri
Deskripsi :
Perlukah ketika akan salat
janazah, mengambil wudlu terlebih dahulu? Bagaiman kalau tidak berwudlu
terlebih dahulu, sah atau tidak? Mohon penjelasan dengan dalil dan alasannya.
Jawaban:
Salat jenazah tidak sah dilakukan
oleh orang yang tidak mempunyai wudlu sebagaimana salat-salat yang lain.
Dasar pengambilan sebagaimana dalam
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim sebagai berikut:
وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
لاَيَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّّى يَتَوَضَّأَ. رَوَاهُ
البُخَارِى (130) وَمُسْلِمٌ (225) وَعِنْدَ مُسْلِمٍ (224): لاَتُقْبَلُ
الصَّلاَةَ بِغَيْرِ طَهُورٍ.
Rasulullah saw. Bersabda: “Allah
tidak dapat menerima salah seorang dari kamu sekalian apabila dia berhadast,
sehingga berwudlu. HR. Bukhori (135) dan Muslim (225). Dalam riwayat Muslim
yang lain (224): Salat itu tidak diterima tanpa bersuci
Deskripsi :
Masih menjadi kebiasaan dalam
masyarakat kita, yaitu tata cara mengubur ari-ari, yang mana dalam mengubur
ari-ari itu biasanya diikutsertakan tulisan (aksara) jawa dll.
Apakah perbuatan itu dicontohkan
oleh Rasulullah saw atau para sahabat? Apakah dalilnya? Kalau memang ada
mengapa dalam mengikutsertakan aksara itu kok bukan aksara arab? Padahal aksara
Jawa itu peninggalan orang Hindu?
Apakah benar tingkah laku orang
yang mengubur ari-ari itu dalam keadaan berhias diri, maka anaknyapun akan
senang berhias. Benarkah demikian?
Jawaban:
Rasulullah saw dan para sahabat
beliau tidak pernah memberikan contoh tentang menguburkannya. Apa yang anda
sebutkan hanyalah tradisi dari sebagian suku Jawa saja. Sebab, di Kalimantan
setahu kami, orang-orang Banjar membuang ari-ari atau ditimbun di sungai begitu
saja. Sementara orang-orang Manado
menjemur tembuni sampai kering, kemudian disimpan.
Tingkah laku orang yang mengubur
ari-ari itu tidak mempengaruhi kelakuan anak yang ari-arinya dikubur. Sebab
dalam hadist Nabi saw yang panjang diterangkan bahwa tingkah laku anak itu
telah ditentukan oleh Allah swt pada saat bayi berumur empat bulan dalam perut
ibunya. Anggapan yang mengatakan bahwa tingkah laku orang yang mengubur ari-ari
itu mempengaruhi tingkah laku anak yang memiliki ari-ari hanyalah bersifat
sugesti dan gugon tuhon saja
Deskripsi :
Bagaimana hukumnya menabuh
ketipung (kendang) yang mengirinyi (instrument) atraksi Pencak Silat? Kitab apa
dan halaman berapa?
Jawaban:
Hukumnya memainkan alat musik itu
asal hukumnya boleh, kecuali alat-alat musik yang biasa dipakai untuk
mengiringi perbuatan-perbuatan maksiat.
Dasar pengambilan Kitab Ihya’
Ulumuddin juz 2 halaman 282
العَارِضُ الثَّانِى فِى الآلاَتِ بِأَنْ تَكُوْنَ مِنْ شِعَارِ
أهْلِ الشُّرْبِ وَالمُخَنِّثِيْنَ وَهِيَ المَزَامِيْرُ وَالأوْتَارُ وَطبْلُ
الكَوْبَةِ. فَهَذِه ثَلاَثَةُ أنْوَاعٍ مَمْنُوعَةٌ. وَمَا عَدَا ذَلِكَ يَبْقَى
عَلَى أَصْلِ الإِبَاحَةِ كَالدُّفِّ وَإنْ كَانَ فِيْهِ الجَلاَجِلُ.
Alasan yang kedua mengenai
alat-alat musik, adalah apabila alat-alat tersebut termasuk syiar tukang mabuk
dan para mukhannist (orang yang berhias menyerupai wanita untuk dilihat orang
lain) seperti seruling, gitar dan kendang kecil. Ketiga macam alat ini adalah dilarang.
Adapun lainnya masih tetap dalam kebolehannya seperti rebana, meskipun ada
kencernya”.
Deskripsi :
1.
Misalnya
seorang yang mau menjadi pemimpin (kepala desa) atau pegawai diharuskan
membayar dahulu (menyogok) padahal itu dosa. Tapi bila tidak menyogok tidak
akan jadi. Lalu misal kesempatan itu diambil orang lain (kristen) , sehingga
kesempatan itu secara tak langsung kita telah memberi kesempatan pada orang
kristen jadi pemimpin. Bagaimana hukumnya menyogok bila tujuannya untuk
menghalangi supaya yang jadi pemimpin itu bukan orang kristen?
2.
Bagaimana
hukumnya kalau ada orang Islam percaya dan mengikuti pada ramalan misal; nogo
dino atau mau bepergian, bangun rumah, tanam-tanaman cari hari baik yang
dasarnya tidak ada dalam al Quran dan hadist? Bagaimana batas-batasnya aqidah
tentang perbuatan di dunia dan akhirat?
3.
Orang
yang menyumbang uang untuk bangun Masjid yang seharusnya dibelikan bahan
material supaya melekat di masjid, tetapi oleh panitia uang tersebut digunakan
untuk ongkos tukang, sehingga uang tersebut tidak melekat pada Masjidnya. Apa
masih termasuk amal jariah/amal yang mengalir terus? Bagaimana batasan-batasan
amal jariah itu?
Jawaban:
1.
Sebelum
kami menjawab pertanyaan anda, perlu anda ketahui perbuatan menyuap atau
menyogok itu pada dasarnya dilarang oleh Islam. Namun, menyuap atau menyogok
sekarang ini terkenal dengan istilah kolusi. Kolusi ini telah merajalela di
Negara Republik Indonesia ,
mulai tingkat bawah sampai ketingkat yang paling atas. Bahkan untuk dapat naik
pangkat atau menerima uang operasional antar bagian dalam satu instansi saja
sudah berlaku permainan kolusi ini. Hal ini adalah perbuatan dzalim yang harus
diberantas oleh setiap muslim yang memiliki iman yang kuat, meskipun dia harus
menderita karenanya. Karena dalam kitab al Hikam telah disebutkan:
حَقٌّ يَضُرُّ خَيْرٌ مِنْ بَاطِلٍ يَسُرُّ.
“Kebenaran yang memberi melarat
adalah tetap lebih baik daripada kebatilan yang menyenangkan.”
Untuk mengetahui apakah menyuap
seperti yang anda tanyakan itu boleh atau tidak menurut agama Islam, kami
persilahkan anda menyimak dan memahami keterangan dari kitab al Bujairimi ‘ala
al Khotib juz 3 halaman 218, sebagai berikut:
(قَوْلُهُ
مِنْهَا الهبَّةُ لأَرْبَابِ الوِلاَيَاتِ وَالعُمَّالِ) لأَنَّهَا رَشْوَةٌ
وَالرَّشْوَةُ حَرَامٌ إذَا كَانَتْ وَسِيلَةً لِمُحَرَّمٍ كَإِقَامَةِ بَاطِلٍ
وَتَرْكِ حَقٍّ وَإلاَّ فَلاَ تَحْرُمُ.
“Diantara hal-hal yang diharamkan
itu adalah pemberian kepada para pemilik (pemegang kekuasaan dan para
karyawan), karena pemberian itu adalah suap. Sedangkan suap itu adalah haram
jika menjadi perantara untuk pekerjaan yang diharamkan seperti menegakkan
kebatilah dan meninggalkan kebenaran. Jika tidak demikian, maka tidak haram”.
2. Dalam buku Konsep Dasar Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jamaah
terbitan tahun 1996 yang disusun oleh Drs. KH. Achmad Masduqi Mahfud, Wakil
Rais PWNU Jatim halaman 14 disebutkan bahwa salah satu empat makna yang
terkandung dalam dua Kalimat Syahadat adalah:
”membatalkan semua konsep kebahagiaan hasil
renungan akal fikiran manusia yang telah ada di seluruh dunia, kemudian hanya
menetapkan konsep kebahagiaan yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Besar Muhammad SAW selaku utusan Allah”.
Jadi apabila ada orang Islam yang
masih meyakini nogo dino atau hari-hari tertentu masih mempunyai pengaruh dalam
menentukan keberhasilan atau kegagalan bagi dirinya, maka berarti dia telah
merusak syahadat yang telah dia ucapkan. Namun demikaian, ada pula ibarat dari
kitab Talkhisul Murad, hamisy dari kitab Bughyatul
Mustarsyidin halaman 206 yang berbunyi sebagai berikut:
وَذَكَرَ اِبْنُ الفَرْكَاحِ عَنِ الشَّافِعِيُّ اَنَّهُ اِنْ
كَانَ المُنَجِّمُ يَقُوْلُ وَيَعْتَقِدُ اَنَّهُلاَيُؤَثِرُ اِلاَّ اللهُ
وَلَكِنْ اَجْرَى اللهُ اْلعَادَةَ بِاَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا
وَاْلمُؤْثِرُهُوَااللهُ عَزَّ وَجَلَّ فَهَذَا عِنْدِى لاَبَأْسَ بِهِ. وَحَيْثُ
جَاءَ اَلدَّ مُّ يُحْمَلُ مَنْ يَعْتَقِدُ تَأْثِيْرَ النُّجُوْمِ
وَغَيْرَهَامِنَ اْلمَحْلُوْقَاتِ. وَفْتَى الزَّمْلَكَانِ بِاالتَّحْرِيْمِ
مُطْلَقًا.
“Ibnul Farkah menuturkan dari Asy
Syafii bahwa sesungguhnya jika ahli nujum berkata dan meyakini bahwa
sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi pengaruh kecuali Allah, tetapi Allah
telah melakukan / menjalankan adat kebiasaan bahwa sesungguhnya kejadian
demikian ini terjadi pada waktu demikian, sedangkan yang memberi pengaruh
adalah Allah ‘azza wa jalla. Keyakinan seperti ini menurut saya berbahaya. Dan
celaan yang datang dibawa pada orang yang meyakini dan meyakinkan akan pengaruh
bintang-bintang dan makhluk-makhluk lainnya. Imam Az
Zamlakani memberi fatwa dengan keharaman mutlak”.
3. Termasuk amal jariyah, karena bahan material seperti semen,
tegel dan lain sebagainya tidak akan melekat tanpa tukang. Sedang tukang tidak
akan mau bekerja tanpa diberi ongkos. Yang dimaksud dengan amal jariyah itu
adalah amal yang pahalanya mengalir terus selama benda yang diamalkan tersebut
masih dimanfaatkan, sedang benda yang dijariyahkan dapat dimanfaatkan berkat
uang yang dipergunakan untuk ongkos tukang.
Dasar pengambilan kaidah Ushul
Fiqih:
لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ المَقَاصِدِ.
Perantaraan-perantaraan itu
mempunyai hukum dari tujuan-tujuan
Deskripsi :
Budidaya kodok akhir –akhir ini
prospeknya cukup bagus. Sehingga di kalangan muslim sendiri tidak sedikit yang
ikut-ikutan budi daya kodok. Kami pernah menanyakan dalam lailatul ijtima’
(dalam acara bahstu masail) dan jawabanya dinyatakan haram, hanya saja dasar
dalilnya masih ditangguhkan.
Kalau memang di haramkan mohaon
penjelasannya juga dasar dalilnya. Bila ada yang kurang benar mohon di benarkan,
terima kasih.
Jawaban:
Menurut pendapat mazhab yang benar
dan didukung oleh pendapat jumhur ulama’ (sebagian besar ulama’) , kodok itu
hukumnya haram dimakan dagingnya. Setiap makana yang haram dimakan haram pula
dijual dan uangnya hasil penjualanya haram.
Dasar pengambilan Kitab Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzab juz 9 halaman 32:
اَلضَّرْبُ الثَّا نِى مَايَعِيْشُ فِى اْلمَاءِ وَفِى اْلبَرِّ
اَيْضًا... اِلَى اَنْ قَالَ: وَعَدَّ الشَيْخُ أَبُوْ حَامِدٍ وَاِمَامُ
الْحَرَمَيْنِ فِى هَذَا الَضَّرْبِا اَلضِّفْدَعَ وَالسَّرْطَانَ وَهُمَا
مُحَرَّمَانِ عَلَى اْلمَذْ هَبِ اَلصَّحِيْحِ الْمَنْصُوْصِ وَبِهِ قَطَعَ
اْلجُمْهُوْرُ. وَفِيْهَاقَوْلٌ ضَعِيْفٌ اَنَّهُمَا حَلاَلٌ.
Macam yang kedua dari binatang
yang haram di makan dagingnya adalah binatang yang hidup di air dan juga yang
hidup di darat… sampai pada ucapan mushanif: Asy syeikh Abu hamid dan Imam
Haramaini menghitung katak dan kepiting dalam macam ini menurut mazhab yang
benar yang telah di tetapkan, dan jumhur ulama’ telah memutuskan pendapat ini.
Dalam pendapat-pendapat yang mengenai hal ini ada pendapat yang lemah
mengatakan kodok dan kepiting itu hukumnya halal
Deskripsi :
Beberapa tahun yang lalu si Ali
terserang penyakit yang cukup parah. Sehingga mengharuskan istirahat yang
berkepanjangan. Sejauh itu, ia pernah meninggalkan salat fardlu selama tidak di
ketahui bilanganya, artinya lupa sama sekali berapa yang telah ditinggalkanya.
Ia sudah berusaha mengingat-ingat, tapi tetap lupa (tidak ingat sama sekali).
1.
Bagaimana
cara menggantikanya dan berapa waktu/bilangan yang harus diganti?
2. Dosakah ia, melihat yang ditinggalkanya sangat banyak?
Jawaban:
1.
Cara meng-qadla’
salatnya dapat dilakukan dengan qadla’ keliling, meng-qadla’
salat zuhur pada waktu salat zuhur, meng-qadla’ salat ashar pada waktu
ashar, meng-qadla’ salat magrib pada waktu salat magrib, meng-qadla’
isyak pada waktu salat isyak dan salat subuh pada waktu subuh, atau dengan cara
lainnya sebagaimana disebutkan dalam kitab–kitab fiqih. Sedangkan jumlah yang
harus di-qadla' adalah jumlah yang diyakini telah ditinggalkan.
Dasar pengambilan Kitab Al
Mustarsyidin halaman 36:
شَكَّ فِى قَدْرِفَوَائِتَ عَلَيْهِ لَزِمَهُ الاِتْيَانُ بِكُلِّ
مَالَمْ يَتَيَّقَنْ فِعْلَهُ كَمَا قَلَ اِبْنُ حَجَرٍوَمَ ر. وَقَالَ
القَفَّالُ: يَقْضِى مَا تَحَقَّقَ تَرْكَهُ.
Seseorang telah ragu mengenai
jumlah salat-salat yang ditinggalkan, maka wajib baginya melakukan salat yang
dia yakini telah melakukannya, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar dan Mim Ra’,
Imam Qoffal berkata: Dia harus mengqadla’ apa yang telah nyata meninggalkanya.
2. Dia tidak berdosa karena salat yang ditinggalkanya terlalu
banyak, tetapi berdosa karena sengaja meninggalkan salat. Sebab seseorang itu
jika tidak dapat melakukan salat dengan berdiri, dia harus salat dengan duduk.
Jika tidak dapat salat dengan duduk, maka dia harus salat dengan tidur atau
miring. Dan jika tidak dapat salat dengan tidur miring, maka dia harus salat
dengan tidur terlentang.
Dasar pengambilan Kitab Kasyifatus
Saja, Syarah dari Kitab Safinatun Naja halaman 53:
وَاْلاَ صْلُ فِى وُجُوْبِ اْلقِيَامِ قَوْلُهُ صلى الله عليه
وسلَّمَ لِعِمْرَانَ بْنُ حُصَيْنٍ, وَكَانَتْ بِهِ بَوَاسِيْرُ, صَلِّ قَائِمًا
فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَا عِدًا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جُنُبٍ, رَوَى
هَذِهِ الاَحْو اَلَ الَثَلاَثَةَ اَلْبُخَرِيُّ. وَزَادَ اَلنَّسَائِيُّ
اْلحَالَة الرَّبِعَةَوَهِيَ فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَمُسْتَلِيْقًا لاَ
يُكَلِّفُ اللهَ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا.
Asal dari kewajiban berdiri
dalam salat fardlu adlah sabda Nabi saw. Kepada Imran bin
Husain, beliau menderita penyakit bawasir: Salatlah engkau dengan berdiri jika
engkau tidak mampu, maka dengan duduk, jika engkau tidak mampu, maka dengan
tidur miring. Imam An Nasa’i menambahkan keadaan yang keempat, jika engkau
tidak mampu dengan tidur miring, maka dengan tidur terlentang. Allah tidak
memaksa seseorangَ
kecuali pada batas kemampuannya
Deskripsi :
1.
Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari hukum agama. Lebih-lebih di daerah kami,
yang awam hukum agama. Ada
suatu kejadian, seorang wanita hamil yang sembilan bulan meninggal karena
kecelakaan. Yang saya tanyakan yaitu:
a.
Bagaimana nash
yang berkaitan dengan meninggal dunia mendadak, apakah tergolong mati syahid,
padahal wanita tersebut jarang salat?
b. Bagaimana cara mengkafaninya jenazahnya, apakah anak yang ada
dalam kandunganya perlu di operasi dan dikafani sendiri karena anak juga mati
dalam kandungan?
c.
Bagaimana
cara salat terhadap jenazah tersebut karena mayitnya dua, yakni ibu dan anak?
d. Bagaimana hukumnya apabila kita menyolatkan karena orang
tersebut agamanya setengah-setengah, kadang salat dan kadang tidak walaupun
tidak berhalangan?
2. Dalam dunia sekarang persaingan sangat hebat. Lebih-lebih dalam
olah raga. Seperti tinju, sepak bola putri, angkat besi putri, dll. Yang saya
tanyakan:
a.
Bagaimana
hukumnya olah raga tinju khususnya pelaku dan promotor, karena itu merugikan
salah satu pihak dan bersifat judi?
b. Bagaimana hukumnya orang-orang putri yang ikut andil dalam olah
raga seperti sepak bola, angkat besi, renang dll, kaitannya dengan aurat?
c.
Bagaimana
tangung jawab para ulama’ yang melihat kejadian tersebut padahal mengerti itu
melanggar syariat islam?
Jawaban:
Permasalahan 1
1.
Wanita
tersebut hukumnya mati syahid, tapi syahid ahirat saja.
Dasar pengambilan Kitab Hasyiyah
Syaikh Ibrahim Al Baijuri juz 1 halaman 254:
وَمَّاشَهِيْدُ
الاَخِرَةِ فَقَطُّ فَهُوَ كَغَيْرِ الَشَهِيْدِ فَيُغْسَلُ وَيُكْفَنُ َيُصَلِّى
عَلَيْهِ وَيُدْفَنُ وَقَدْ احْتَرَزَ المُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ فِى مَعْرَكَةِ
المُشْرِكِيْنَ. وَاَقْسَامُهُ كثِيْرَةٌ فَمِنْهَا: اَلْمَيِّتَةُ طَلْقًا وَلَوْ
كَانَتْ حَامِلاً مِنْ زِنًا, وَاْلمَيَّّتُ غَرِِيْقًا وَاِنْ عَصَى بِرُكُوْبِ
اْلبَحْرِ, وَاْلمَيَّتُ هَدِيْمًا اَوْحَرِيْقًا اَوْغَرِيْقًا اَوْ غَرِيْبًا
وَاِنْ عَصَى بِالْغُرَبَةِ وَالْمَقْتُوْلُ ظُلْمًا وَلَوْ هَيْئَةً كَاِنِ
سْتَحَقََّ شَخْصٌ خَرَّ رَقَبَتِهِ فَقَدَّهُ نِصْفَيْنِ وَالْمَيِّتُ
بِالْبَطْنِ اَوْفِى زَمَنِ الطَّاعُوْنِ وَلَوْ بِغَيْرِهِ لَكِنْ كَانَ صَابرًا
مُحْتَبِِسًا اَوْ بَعْدَهُ وَكَانَ فِى زَمَنِهِ كَذَالِكَ, وَاْلمَيِّتُ فِى
طَلَبِ اْلعِلْمِ وَلَوْ عَلَى فِرَاشِهِ, وَالْمَيِّتُ عِشْقًا وَلَوْ لِمَنْ
لَمْ يُبِحْ وَطْؤُهُ كَاَمْردَبِشَرْطِ اْلعِفَّةِ حَتَّى عَنِ النَّظْرِ
بِحَيْثُ لَوِاحْتَلَى بِمَحْبُبِهِ لَمْ يَتَزجَاوَزِ الِشَرْعَ وَبِشَرْطِ
الْكِتْمَانِ حَتَّى عَنْ مَعْشُوْقِهِ.
Adapun syahid di akhirat saja, maka dia adalah
seperti bukan syahid, sehingga dia dimandikan, dikafani, disalati, dan dikubur.
Mushonnif membatasi diri dengan ucapannya ”dalam peperangan melawan orang
musyrik”.
Adapun macam-macam orang mati
syahid akhirat saja ini, banyak, antara lain:
§ Wanita yang mati karena melahirkan anaknya, meskipun dia hamil
dari zina.
§ Orang yang mati tenggelam, meskipun dia naik perahu atau kapal
sebab maksiat.
§ Orang yang mati tertimpa reruntuhan atau terbakar atau berkelana
(mengembara) meskipun berkelana sebab maksiat.
§ Orang yang dibunuh secara aniaya, meskipun dalam bentuknya,
seperti apabila seseorang memiliki hak akan kematian budak beliannya, kemudian
dia memotong budaknya yang telah mati menjadi dua bagian.
§ Orang yang mati sebab sakit perut atau pada masa wabah penyakit,
meskipun kematiannya karena sebab yang lain, tetapi dia bersabar dan tidak
keluar dari daerahnya, atau mati sesudah wabah penyakit, sedangkan dia pada
masa wabah tersebut juga demikian (bersabar dan tidak keluar dari daerahnya).
§ Orang yang mati dalam menuntut ilmu, meskipun dia mati di atas
tempat tidurnya.
§ Orang yang mati karena sakit asmara meskipun dia jatuh cinta kepada orang
yang tidak halal untuk disetubuhi. Seperti laki-laki yang jatuh cinta kepada
gadis cantik dengan syarat dia tidak berbuat maksiat sampai dari memandang
orang yang dicintai. Sehingga andaikata dia sendirian bersama kekasihnya,
niscaya dia tidak melanggar syara’ dan dengan syarat dia simpan rasa cintanya
tersebut, sampai terhadap orang yang dicintainya.
2.
Cara
mengafani wanita tersebut seperti mengafani mayit lainnya. Artinya, bayi dalam
kandungannya yang sudah mati tidak boleh dioperasi.
Dasar pengambilan Kitab Bughyatul
Musytarsyidin halaman 95:
(مَسْأَلَةٌ) مَاتَتْ وَفِى بَطْنِهَا جِنِينٌ, فَإنْ عُمِلَتْ
حَيَاتُهُ وَرُجِيَ عَيْشُهُ بِقَولِ أَهْلِ الخِبْرَةِ شُقَّ بَطْنُهَا اى بَعْدَ
أنْ تُجْهَزَ وَتُوضَعَ فِى القَبْرِ وَإنْ تُرْجَ الحَياةُ وُقِفَ دَفْنُهَا
وُجُوبًا حَتَّى يَمُوتَ وَلاَ يَجُوزُ ضَرْبُهُ حِيْنَئِذٍ وَإِنْ لَمْ تُعْلَمْ
حَيَاتُهُ دُفِنَتْ حَالاً.
(Masalah) Ada seorang wanita mati sedang dalam perutnya
ada janin. Maka jika diketahui kehidupan janin tersebut, dan dapat diharapkan
kelangsungan hidupnya berdasarkan pendapat para ahli, maka wajib dibelah
(dioperasi) perut wanita tersebut, artinya setelah dirawat dan diletakkan dalam
kubur.
Jika tidak dapat diharapkan
kelangsungan hidup janin tersebut, maka pemakaman wanita tersebut wajib
ditangguhkan sehingga janin yang ada dalam perutnya mati. Pada waktu yang
demikian itu tidak boleh memukul janin (supaya lekas mati).
Jika tidak diketahui kehidupan
janin yang ada dalam perutnya, maka wanita tersebut harus dikubur seketika.
3.
Yang
wajib disalati ibunya saja, sedang bayi yang sudah mati dalam kandungan tidak
wajib dimandikan, dikafani dan disalati.
Dasar pengambilan Kitab Hasyiah
Syaikh Ibrahim Baijuri juz 1 halaman 253
وَأَمَّا
فِى السَقِيِطِ فِهُوَ فِى بَعْضِ أحْوَالِهِ وَهُوَ مَا إذَا لَمْ تُعْلَمْ
حَيَاتُهُ وَلَمْ يَظْهَرْ خَلْقُهُ فَإِنَّهُ لاَ يَجِيْبُ غَسْلُهُ وَلاَ
الصَلاَةُ عَلَيْهْ.
Adapun mengenai bayi yang keguguran, bayi
tersebut tetap pada sebagian dari keadaan-keadaannya. Yaitu jika tidak
diketahui kehidupannya dan tidak nampak bentuk kejadiaannya, maka tidak wajib
memandikannya dan tidak pula wajib salat atasnya.
4. Menurut sebagian ulama kita masih berkewajiban melakukan salat
terhadapnya, karena menurut akidah ahlu as sunnah orang yang masih mau
melakukan salat meskipun kadang-kadang, adalah dihukumi sebagai muslim yang
maksiat.
Dasar pengambilan Kitab Bughyatul
Musytarsyidin halaman 93
(مَسْأَلَةُ. ب) يَجِيْبُ تَجْهِيْزُ كُلِّ مُسْلِمٍ مَحْكُومٍ
بِإِسْلاَمِهِ وَإنْ فَحِشَتْ ذُنُوبُهُ وَكَانَ تَارِكًا لِلصَّلاَةِ وَغِيْرِهَا
مِنْ غَيْرِ جُحُودٍ.
(Masalah B) Wajib merawat mayat dari setiap
muslim yang ditetapkan hukum keislamannya, meskipun sangat keji dosa-dosanya
dan dia meninggalkan salat dan lainnya tanpa sikap menentang.
Permasalahan 2
1.
Hukum olah
raga “tinju” saja sudah haram, apalagi ada pihak yang dirugikan dan mengandung
unsur perjudian.
Dasar pengambilan Kitab Syarah
Sulam Taufiq halaman 74
وَمِنْهَا
اى مِنْ مَعَاصِى اليَدَيْنِ الضَرْبُ بِغَيْرِ حَقٍّ. .. إلَى أنْ قَالَ:
فَالَّذِى بِغَيرِ حَقٍ هُوَ كَضَرْبِ غَيْرِ ذَلِكَ او ضَرْبِ ذَلِكَ فِى
الوَجْهِ.
Dan diantaranya, yaitu di antara
kemaksiatan-kemaksiatan kedua tangan adalah memukul dengan tanpa alasan yang
benar ... sampai pada ucapan pengarang: pukulan dengan tanpa alasan yang benar
adalah pukulan kepada selain istri yang tidak patuh dan anak umur 10 tahun yang
meninggalkan salat; atau memukul pada muka isteri yang tidak patuh dan anak umur
10 tahun yang meninggalkan salat.
2. Hukumnya berdosa karena membantu perbuatan dosa.
Dasar pengambilan Al Quran surat al Maidah ayat 2
yang antara lain berbunyi:
... وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا
عَلَى الإثْمِ وَالعُدْوَانِ, وَاتَّقُوا اللهَ إنَّ اللهَ شَدِيْدُ العِقَابِ.
... dan tolong menolonglah kamu sekalian
dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah kamu
sekalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu
sekalian kepada Allah ; sesungguhnya Allah itu maha berat siksanya.
3. Jika ada orang alim yang mendiamkan perbuatan maksiat yang
merajalela di tengah-tengah masyarakat dan tidak berusaha memberantasnya, maka
laknat Allah yang akan ditimpakan kepadanya.
Dasar pengambilan Hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
إِذَا
ظَهَرَالبِذْعُ وَسَكَتَ العَالِمُ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ.
Apabila perbuatan bid’ah telah nampak
sedangkan orang alim diam, maka atasnyalah laknat
Allah
Deskripsi :
Orang meninggal pukul 18.00 (6
sore) tidak langsung dikuburkan akan tetapi masih diinapkan semalam di rumah
duka dan akan dikuburkan keesokan harinya. Selama itu bagaimanakah posisi
jenazah yang benar?
Apakah dibaringkan membujur ke
utara selatan (kepala di utara dan kaki di selatan) ataukah membujur ke barat
timur (kepala di sebelah barat dan kaki di sebelah timur).
Kedua cara ini sama-sama pernah
saya lihat sendiri. Mohon penjelasan. Manakah yang benar menurut tuntunan agama
(Rasulullah) dari keduanya? Syukur-syukur kalau dilengkapi dengan rujukan
kitab/nashnya. Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Jawaban:
Sampai saat jawaban ini kami buat,
kami belum menemukan ibarat kitab yang menerangkan bagaimana seharusnya posisi
mayat pada waktu diinapkan dirumah duka. Yang kami jumpai adalah posisi mayat
waktu di salati saja. Jadi sebaiknya menurut hemat kami posisi mayat sewaktu
diinapkan disamakan saja dengan posisi sewaktu disalati, agar jika selama
diinapkan tersebut, bila ada orang yang ingin melakukan salat jenazah (sesudah
dimandikan) tidak usah memindah posisinya lagi. Menurut keterangan dari kitab
Tanwirul Qulub halaman 212 posisinya sebagai berikut:
وَأَنْ يُجْعَلَ رَاسُ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الإمَامِ وَيَقِفُ
الإمَامُ قَرِيْبًا مِنْ رَأسِهِ وَرَأسُ الأُنَثَى عَنْ يَمِيْنِهِ وَيَقِفُ
عِنْدَ عَجْزِهَا.
dan hendaklah kepala laki-laki
dijadikan di sebelah kiri imam (membujur ke selatan utara dengan kepala
disebelah selatan) dan imam berdiri di dekat kepalanya; dan kepala perempuan di
sebelah kanan imam (membujur ke utara selatan dengan kepala di sebelah utara)
dan imam berdiri di arah pantatnya
deskripsi :
1.
Pada suatu
saat, saya salat di masjid yang imamnya pada waktu sujud kedua, terlihat betul
antara lutut dan sebelah atasnya. Boleh dibilang pahanya terlihat waktu saya
duduk di shaf depan dekat dengan Imam. Karena antara kaki yang kiri dan kanan
dibuka agak lebar selebar sajadah. Atau aurat Imam kelihatan. Bagaimana
hukumnya salat saya itu dan bagaimana hukum Imam itu?
2. Di desa kami, pada umumnya maskawin dari pihak suami kepada
isterinya, seperangkat alat salat dan sebuah kitab suci al Quran. Juga tidak
sekaligus diberikan, tetapi memberinya biasanya selisih tiga atau empat hari
setelah hari perkawinannya. Sedangkan malam pertama, kedua dan ketiga sudah
mengadakan hubungan suami isteri. Bagaimana maskawin yang belum diberikan/dibelikan,
bagaimana hukumnya hubungan sebadan itu?
Jawaban:
1.
Salat sang
imam sah dan salat anda juga sah.
Dasar pengambilan Kitab I’anatut
Thalibin juz 1 halaman 116
(قَوْلُهُ
مِنَ اْلا َسْفَلَ) اَيْ فَلَوْ رُؤِيَتْ مِنْ ذَيْلِهِ كَاَنْ كَانَ بِعُلُوِّ وَالَّرائِى
بِسُفْلٍ لَمْ يَضُرَّ اَوْ رُؤِيَتْ حَالَ سجُوْدِهِ فَكَذَلِكَ لاَيَضُرُّ.
(ucapan musanif dari bawah)
artinya andaikata aurat itu di lihat ujung pakaianya, sperti orang yang melihat
ke bawah, maka tidak merusak salatnya atau auratnya dilihat dalam sujudnya,
maka yang demikian itu tidak merusak salatnya.
Kitab Tanwirul Qulub halaman 129:
وَإذَا تَخَرَّقَ ثَوْبُ المُصَلِّى وَظَهَرَتْ عَورَتُهُ
وَامْكَنَهُ سَتْرُهَا بِدُونِ مَسِّ مَحَلِّ يُنْقِضُ الوُضُوْءَ كَقُبُلٍ وَجَبَ
عَلَيْهِ سَتْرُهَا بِيَدِهِ. فَإِذَا سَجَدَ تَرَكض السَّتْرَ لِوُجُودش عَلَى
الأعْضَاءِ السَّبْعَةِ وَلِكَوْنِهِ حِيْنَئِذٍ عَاجِزًا عَنِ السَّتْرِ وَهُوَ
لاَيَجِبُ إلاَّ عِنْدَ القُدْرَةِ.
Apabila sobek pakaian orang yang
sedang salat dan kelihatan auratnya sedang dia mampu menutupinya tanpa
menyentuh tempat yang membatalkan wudlu seperti kemaluan, maka wajib bagina
menutupinya dengan tangannya. Apabila dia bersujud maka dia tidak menutupi
aurtnya, karena dia berkewajiban sujud dengan tujuh anggota badannya dan karena
keadaannya pada waktu itu menjadi orang yang tidak mampu menutupi aurat, sedang
menutup aurat itu tidak wajib kecuali pada waktu mampu.
2. Maskawin tidak harus kontan, melainkan boleh juga dihutang.
Hanya saja, jika pada waktu ijab qobul pihak wali mengatakan bahwa maskawin itu
diberikan secara tunai (kontan) dan mempelai laki-laki menyetujui, sedang
kenyataannya tidak diberikan secara tunai (selang tiga atau empat hari), maka
sang suami berdosa karena berdusta. Hubungan seksual yang dilakukan adalah
halal sebab maskawin itu hanya kewajiban dan bukan rukun nikah, sebagaimana
disebutkan dalam semua kitab-kitab fiqh
Deskripsi :
1.
Menjual
kacang yang masih di dalam tanah hukumnya haram. Tetapi hal itu pernah dan
sering dilakukan di desa kami. Alasannya dia tidak mungkin memanen sendiri,
selain banyak juga membutuhkan tenaga kerja banyak. Sedangkan tenaga kerja
sudah dikuasai oleh pemborong. Apakah jual beli seperti itu diperbolehkan?
2. Apakah istinja’ dengan batu hukumnya sudah suci atau hanya
bersih saja, sehingga diperbolehkan melakukan salat?
3. Apakah saudara ipar termasuk mahram?
4. Suara wanita adalah aurat. Bagaimana dengan suara wanita yang
sering ada dalam acara-acara agama atau lainnya. Bolehkan hal itu dilakukan?
5.
Bolehkah
debu untuk mensucikan najis diganti dengan sabun?
Jawaban:
1.
Menjual
kacang tanah secara borongan yang masih ada dalam tanah itu hukumnya tidak
boleh, sebab hal itu mengandung tipuan. Artinya mungkin si penjual tertipu,
sebab- umpama- kacang yang dijual itu diperkirakan hanya satu setengah ton,
ternyata setelah dipanen pembelinya, hasilnya mencapai dua ton, sehingga
penjual menyesal karena merasa menderita kerugian cukup banyak.
Demikian pula halnya si pembeli
yang memperkirakan jumlah kacang yang dibeli sebanyak dua ton, ternyata setelah
dipanen hasilnya hanya satu setengah ton, sehingga menderita kerugian. Padahal
salah satu syarat dari keabsahan jual beli adalah saling rela antara penjual
dan pembeli dalam arti tidak ada yang dikecewakan. Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw:
لاَيَصِحُّ البَيْعَ إلاَّ عَنْ تَرَاضٍ
Jual beli itu tidak sah kecuali
saling rela antara pembeli dan penjual.
Dalam kitab Syarah Sullam Taufiq,
bab riba, halaman 51 disebutkan:
وَمَالَمْ يَرَهُ قَبْلَ العَقْدِ حَذَرًا مِنَ الغَرَرِ الخَطَرِ
لِمَا رَوَى مُسْلِمٌ أنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ
الغَرَرِ اى البَيْعِ المُشْتَمِلِ عَلَى الغَرَرِ فِى البَيْعِ. قَالَ الحِصْنِى:
وَفِى صِحَّةِ بَيْعِ ذَلِكَ قَولاَنِ: أحَدُهُمَا أَنَّهُ يَصِحُّ وَبِهِ قَالَ
الأَئِمَّةُ الثَّلاَثَةُ وَطَائِفَةٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا, فَمِنْهُمْ البَغَوِى
وَالرَّوْيَانِى وَالجضدِيْدُ. الأظْهَرُ لاَيَصِحُ لأَنَّهُ غَرَرٌ.
Tidak boleh membeli barang yang
belum dilihat sebelum akad untuk menghindari tipuan yang dikhawatirkan,
berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa sesungguhnya Nabi
Muhammad saw melarang barang yang belum jelas, artinya jual beli yang
mengandung tipuan pada barang yang dijual.
Imam Al Hisny berkata: Mengenai keabsahan jual beli tersebut ada
dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan sah. Dengan keabsahan ini telah
berpendapat para Imam Madzhab yang tiga dan sekelompok dari para Imam Madzhab
Syafii- antara lain al Baghawi, ar Rauyani dan qoul jadid: Yang jelas adalah
bahwa jual beli yang demikian itu tidak sah, karena mengandung tipuan.
2.
Jika kita perhatiakan semua kitab-kitab
fiqh, istinja’ adalah termasuk salah satu pasal dari bab bersuci, yaitu
mensucikan najis dari berak dan kencing. Sehingga jika persyaratan-persyaratan
yang disebutkan dalam istinja’ itu dipenuhi seluruhnya, maka orang yang beristinja’
sudah suci, sehingga dia boleh melakukan salat.
3.
Saudara ipar itu termasuk mahram, tetapi
mahram yang tidak kekal, karena kemahramannya hanya dari segi tidak boleh
dimadu saja.
Dasar pengambilan Kitab Fathul Qorib, hamisy kitab al Bajuri juz
2 halaman 117
وَالمُحَرَّمَاتُ السَّابِقَةُ حُرْمَتُهَا عَلَى التَّأبِيْدِ
وَوَاحِدَةٌ حُرْمَتُهَا لاَ عَلَى التَّأْبِيْدِ بَلْ مِنْ جِهَّةِ الجَمْعِ
فَقَطُّ وَهِيَ أُخْتُ الزَّوْجَةِ.
Wanita-wanita yang haram
dinikah yang telah disebutkan terdahulu, keharamannya adalah selamanya (kekal)
, sedangkan yang satu keharamannya tidak selamanya, tetapi dari segi dimadu
saja, yaitu saudara perempuan isteri.
4.
Suara
wanita itu bukan aurat sehingga boleh mendengarkannya kecuali jika
dikhawatirkan akan mendatangkan fitnah atau dinikmati kemerduannya.
Dasar pengambilan Kitab Ianatut
Thalibin juz III, halaman 260:
وَلَيْسَ مِنَ العَوْرَةِ الصَّوتُ اى صَوتُ المَرْأةِ وَمِثْلُهُ
صَوْتُ الأمْرَدِ فَيَحِلُّ سَمَاعُهُ مَالَمْ تَخْشَ فِتْنَةٌ او يُلْتَذُّ بِهِ
وَإلاَّ حَرُمَ... إلَى أنْ قَالَ: وَلَو بِنَحْوِ القُرْآنِ.
Suara itu tidaklah termasuk
aurat, artinya suara wanita dan yang seperti suara pemuda yang belum
berjenggot. Maka halal mendengarkan suara tersebut selama tidak dikhawatirkan
mendatangkan
fitnah atau dirasakan kenikmatan/ kemerduannya. Jika tidak demikian, maka
hukumnya haram… sampai kepada ucapan mushannif: meskipun semisal mendengarkan
bacaan al Quran.
5.
Sabun tidak dapat dijadikan pengganti
debu untuk mensucikan najis mugholladzoh; sebab bersuci itu adalah termasuk
ibadah murni (ibadah mahdlah) yang segala persoalan yang berkaitan dengannya
adalah bersifat tauqifi (mengikuti petunjuk yang telah diberikan oleh
Rasulullah saw).
Dasar pengambilan Kitab al Hawasyii Madaniyah juz 1 halaman 166:
فَصْلٌ فِى إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ: إذَا تَنَجَّسَ شَيْءٌ جَامِدٌ
وَلَو نَفِيْسًا يُفْسِدُهُ التُّرَابُ بِمُلاَقَاةِ شَيْءٍ مِنْ كَلْبٍ او
فَرْعِهِ وَلَو لِعَابَهُ مَعَ الرُّطُوبَةِ فِى احَدِهِمَا غُسِلَ سَبْعَا مَعَ
مَزْجِ إحْدَهُنَّ سَوَاءٌ الأُوَلَى وَالأَخِرَةِ وَغَيْرُهُمَا بِالتُّرَابِ
الطَّهُورِ. .. إلَى أنْ قَالَ: وَخَرَجَ بِهِ نَحْوُ صَبُونٍ وَسَحَاقَةُ خَزَفٍ.
Apabila sesuatu benda padat terkena najis – meskipun benda itu
berharga- yang dapat rusak terkena debu, oleh sebab bersentuhan
dengan sesuatu dari anjing atau keturunannya, meskipun jilatannya terdapat
basah pada salah satu dari keduanya, maka harus dibasuh tujuh kali beserta
campuran – salah satu dari ketujuh basuhan, baik yang pertama atau terakhir
atau lainnya- dengan debu yang suci ... sampai pada ucapan mushonnif
(pengarang): dan tidak termasuk debu, seumpama sabun dan pecahan genting
(kereweng--Jawa) yang ditumbuk halus
Deskripsi :
1.
Daging babi
merupakan konsumsi haram bagi muslim, kami ingin menanyakan dasar hukumnya di
al Quran maupun hadist.
2. Apakah minyak dan rambut (bulu) babi juga haram? Mohon
dijelaskan secara naqliyah.
3. Mengenai jilbab, kami ingin menanyakan dasar hukumnya dari
madzhab-madzhab (Hambali, Hanafi, Malik dan Syafii).
Jawaban:
1.
Dasar
keharaman dari daging babi tersebut dalam:
a.
Al Quran surat al Baqoroh
ayat 173 yang antara lain berbunyi:
إنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ المَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ
الخِنْزِيْرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ. .. الآيَةَ
Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah…dst.
b.
Surat al
Maidah ayat 3 yang antara lain berbunyi:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ المَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الخِنْزِيْرِ.
.. الآيَةَ
Diharamkan bagimu memakan bangkai,
darah, daging babi ... dst.
2. Minyak atau lemak dan rambut atau bulu babi itu hukumnya haram.
Dasar
pengambilan:
a.
Kitab Tafsir
Ibn Katsir (terbitan Darul Fikr) juz 2 halaman 12
وَفِى الصَحِيْحَيْنِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: إنَّ اللهَ حَرَّمَ بَيْعَ الخَمْرِ وَالمَيْتَةِ وَالخِنْزِيْرِ
وَالأصْنَامِ, فَقِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ أرَأَيْتَ شُحُومَ المَيْتَةِ فَإنَّهُ
تُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَتُدْهَنُ بِهَا الجُلُودُ وَيُسْتَصْبِحُ بِهَا
النَّاسُ ؟ فَقَالَ: لاَ هُوَ حَرَامٌ.
Dalam sahih Bukhori Muslim
diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: Sesungguhnya Allah
mengharamkan berjualan arak, bangkai, babi dan patung-patung. Maka dikatakan
kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat tuan terhadap
minyak bangkai? karena sesungguhnya lemak tersebut dapat dipergunakana untuk
mengolesi bagian luar dari kapal-kapal, untuk meminyaki kulit-kulit dan dapat
dipergunakan oleh orang-orang untuk menyalakan lampu? Beliau bersabda: Jangan!
lemak itu adalah haram.
b. Kitab Rawaihul Bayan Tafsirul Ahkam juz 1 halaman 164
(لَحْمُ الخِنْزِيْرِ) وَذَهَبَ الجُمْهُورُ إلَى أَنَّ شَحْمَهُ
حَرَامٌ ايْضًا لأَنَّ اللَحْمَ يَشْمُلُ الشَّحْمَ وَهُوَ الصَّحِيْحُ.
وَإِنَّمَا خَصَّ اللهُ تَعَالَى ذِكْرَ اللَحْمَ مِنَ الخِنْزِيْرِ لِيَدُلَّ
عَلَى تَحْرِيْمِ عَيْنِهِ سَوَاءٌ ذُكِّيَ ذَكَاةً شَرْعِيَّةِ اَمْ لَمْ
يُذَكَّ... إلَى أنْ قَالَ: وَقَالَ الشَّافِعِيُّ لاَيَجُوزُ الإنْتِفَاعُ
بِشَعْرِ الخِنْزِيْرِ.
(daging babi). Sebagian besar
ulama berpendapat bahwa lemak babi itu juga haram, karena daging itu mengandung
lemak dan itulah pendapat yang benar. Sesungguhnya Allah taala hanya
menyebutkan daging dari babi adalah untuk menunjukkan atas keharaman memakan
dagingnya, baik babi itu disembelih secara sembelihan syara’ atau tidak
disembelih, ... sampai pada ucapan pengarang, Imam as Syafii berkata: tidak
boleh memanfaatkan rambut (bulu) babi.
3. Jilbab itu menurut Tafsir al Qurtubi dalam menafsiri ayat
ke-59 dari surat
al Ahzab, adalah:
§ Selembar pakaian yang lebih besar daripada kerudung.
§ Menurut riwayat Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud, jilbab itu adalah
selendang.
§ Ada
yang mengatakan bahwa jilbab itu adalah cadar yang dipakai untuk menutupi muka
wanita.
§ Yang benar, jilbab itu adalah pakaian yang dipakai untuk
menutupi seluruh badan wanita.
Dengan demikian, maka masalah
memakai jilbab adalah sama dengan masalah menutup aurat bagi wanita. Dalam hal
menutup aurat bagi wanita ini menurut madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan
Hambali, disebutkan dalam kitab al Fiqhul Islamy wa Adillatuhu karangan
Dr. Wahbah az Zuhaili (terbitan Darul Fikr) juz 1 halaman 584-594 sebagai
berikut:
1-
مَذْهَبُ الحَنَفِيَّةِ: ج- المَرْأَةُ الحُرَّةُ وَمِثْلُهَا الخُنْثَى: جَمِيْعُ
بَدَنِهَا حَتَّى شَعْرِهَا النَّازِلِ فِى الأصَحِّ, مَاعَدَا الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ,
وَالقَدَمَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا عَلَى المُعْتَمَدِ لِعُمُومِ
الضَرُورَةِ.
2-
المَذْهَبُ المَالِكِيَّةِ. والعَورَةُ بِالنِّسْبَةِ لِلرُّؤْيَةِ: للرَّجُلِ
مَابَيْنَ السُرَّةِ وَالرُّكْبَةِ, وَلِلْمَرْأَةِ أمَامَ رَجُلٍ أجْنَبِيٍّ
جَمِيْعُ بَدَنِهَا غَيْرَ الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ, وَاَمَامَ مَحَارِمِهَا
جَمِيعٌ جَسَدِهَا غَيْرَ الوَجْهِ وَالأطْرَافِ: وَهِيَ الرّأسُ وَالعُنُقُ
وَاليَدَانِ وَالرِّجْلاَنِ, إلاَّ انْ يُخْشَ لَذَّةٌ, فَيَحْرُمُ ذَلِكَ, لاَ
لِكَوْنِهِ عَوْرَةُ. وَالمَرْأَةُ مَعَ المَرْأةِ أو مَعَ ذَوِى المَحَارِمِهَا
كَالرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ, تُرَى مَاعَدَا مَابَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ
وَأمَامَ المَرْأَةُ فِى النَّظْرِ إلَى الأَجْنَبِيِّ فَهِيَ كَحُكْمِ الرَّجُلِ
مَعَ ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ وَهُوَ النَّظْرُ إلَى الوَجْهِ وَالأطْرَافِ (الرَّأسِ
وَاليَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ).
3- مَذْ هَبُ الَشَّافِعِيَّةِ ج-عَوْرَةُ الحُرَّةِ وَمِثْلُهَا
الخُنْثَى: مَاسِوَى الوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ, ظَهْرِهِمَاوَبَطْنِهِمَا مِنْ
رُؤوْسِ الاَصَابِعِ الَى الْكُعَيْنِ (الَرَّسْغُ اَوْ مَفْصِِلُ الزَّنْدِ)
لِقَوْلِهِ تَعَلَى: وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّ مَاظَهَرَ مِنْهَا.
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَعَائِشَهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ: هُوَ الوَجْهُ
وَالْكَفَّانِ. وَلاَنَّ الَنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَرْأَةَ
الْحَرَامَ (الْمُحَرَّمَةَ بِحَجِّ اَوْعُمْرَةٍ) عَنْ لُبْسٍ الْقُفَّزَيْنِ
وَالَّنقَابِ, وَلَوْكَانَ الَوجْهُ عَوْرَةً لَمَّاحُرِّمَاسَتْرُهُمَا فِى
الاِحْرَامِ, وَلاَّنَ الْحَاجَةتَدْعُوْ اِلَى اِبْرَازِ الْوَجْهِ لِلْبَيْعِ
وَالشَّرَاءِ, وَاِلَى اِبْرِازِ الْكَفِّ لِلاَ خْذِ وَالْعَطَاءِ, فَلَمْ
يُجْعَلْ ذَالِكَ عَوْرَةً.
4-مَذْهَبُ اْلحَنَابِلَةِ وَعَوْرَةُ الْمَرْأَةِ مَعَ
مَحَارِمِهَاالرَِّّجَالِ: هِيَ جَمِيْعُ بَدَنِهَامَاعَدَ الوَجْهِ وَالَّر
قْبَةِ وَالْيَدَيْنِ وَالْقَدَمِ وَالسَّاقِ. وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْمَرْأَةِ
حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ خَارِجَاالصَّلاَةِ عَوْرَةٌ كَمَا قَالَ
الشّضافِعِيَّةُ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّابِقِ:
الَْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ. وَيُبَاحُ كَشْفُ الْعَوْرَةِ لِنَحْوِ تَدَاوٍ وَتَحِلُّ
فِى الْخَلاَءِ, وَخِتَانٍ, وَمَعْرِفَةِ الْبُلُوْغِ, وَبِكَارَةٍ وَثَيُوْبَةٍ,
وَعَيْبٍ. وَعَوْرَةٌ المُسْلِمَةِ اَمَامَ الكَافِرَةِ: عَوْرَةُ الْمُسْلِمَةِ
اَمَامَ الْكَافِرَةِ عِنْدَ الْحَنَابَلَةِ كَاالرَّجُلِ الْمُحْرِمِ: مَابَيْنَ
السُّرَّةِ وَالُّركْبَةِ. وَقَالَ الْجُمْهُوْرُ: جَمِيْعُ الْبَدَنِ
مَاعَدَامَاظَهَرَ عِنْدَ الْمِهْنَةِ اَيِ الاَسْغَالِ الْمَنْزِلِيَّةِ.
e.
Madzhab
Hanafi: Wanita merdeka dan yang sepertinya adalah orang banci, auratnya adalah
seluruh badanya sampai rambutnya turun, menurut pendapat yang paling kuat,
selain dan tapak dua tangan, kedua kaki bagian dalam dan bagian luar menurut
pendapat yang dapat di jadikan pegangan, karena keumuman dari keperluan yang
mendesak.
f.
Madzhab
Maliki: Aurat dipandang dari segi melihatnya: bagi laki-laki adalah apa yang
ada diantara pusat dan lutut. Dan bagi wanita dihadapan orang laki-laki lain
adalah seluruh tubuhnya selain muka dan kedua telapak tangan. Dan di hadapan
muhrimnya (laki-laki) adalah seluruh jasadnya selain muka dan anggauta
–anggauta: kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki, kecuali jika di takutkan
rasa lezat, maka hal tersebut haram, bukan karena keadaanya sebagai aurat. Dan
wanita dengan wanita atau yang mempunyai hubungan muhrim adalah laki-laki,
yaitu dapat dilihat apa yang ada dipusat dan lutut. Adapun wanita wanita dalam
memendang ke laki-laki lain adalah seperti hukumnya lain adalah seperti
hukumnya laki-laki beserta para wanita yang menjadi muhrimnya, yaitu memandang
kepada anggauta-anggauta: kepala, kedua tangan dan kedua kaki.
g. Madzhab Syafii: Aurat wanita merdeka dan yang sepertinya adalah
orang banci adalah: apa yang selain muka dan kedua telapak tangan, bagian luar
dan dalam dari kedua ujung-ujung jari dan dari dua pergelangan tangan (ruas
atau tempat pergelangan tangan) , berdasarkan firman Allah: Janganlah para
wanita menampakan perhiasan mereka kecuali apa yang nampak dari padanya. Ibnu
Abbas dan Aisyah ra. berkata: Yaitu muka dan kedua tapak tangan. Dan Nabi saw.
Telah melarang wanita yang ihram untuk haji atau umroh untuk memakai dua sarung
tangan dan kain tutup maka (cadar). Andaikata tapak tangan dan muka itu adalah
aurat, niscaya tidak diharamkan menutup keduanya dalam ihram, dan karena hajat
mengundang kepada penampakan muka untuk jual beli dan penampakan tpak tangan
untuk mengambil dan memberi, maka hal itu tidak di jadikan aurat.
h. Madzhab Hambali: Aurat wanita beserta para muhrimnya laki-laki
adalah selain badanya selain muka, tengkuk, dua tangan, kaki dan betis.
Semua badan wanita sampai muka dan
kedua tapak tangan diluar salat adalah aurat, sebagaimana kata Asy Syafii
berdasarkan sabda Nabi saw. yang telah lalu wanita adalah aurat.
Dan diperbolehkan membuka aurat
karena keperluan seperti, berobat, berhajat di tempat yang sunyi, khitan,
mengetahui masa baligh, perawan dan tidaknya wanita dan cacat.
Aurat wanita muslim dihadapan
wanita kafir, menurut madzhab Hambali adalah seperti di hadapan laki-laki
mahram, yaitu anggota badan yang ada diantara pusat dan lutut. Jumhur (sebagian
besar ulama) berpendapat bahwa seluruh badan wanita itu adalah aurat, kecuali
apa yang nampak pada waktu melakukan kesibukan-kesibukan rumah
Deskripsi :
Di dalam kitab-kitab terdahulu
banyak ulama yang menerangkan salat khauf baik di waktu menghadapi musuh atau
karena yang lain dengan cara yang tertera dalam Alquran dan Hadits, diantaranya
Firman Allah yang "Jika kamu dalam ketakutan, maka salatnya sambil
berjalan kaki atau berkendaraan." (Al baqarah 239).
Bagaimana dengan perang yang
terjadi pada masa sekarang ini, yang alatnya serba canggih. Dengan komputer
tinggal menekan tombol, apabila kita diserang atau menyerang musuh.
1.
Bagaimana
salatnya orang yang bertugas mengendalikan (menjaga) komputer yang serius
menghadapi serangan musuh. Apakah dia harus berhenti sejenak untuk mengerjakan
salat, padahal kalau dia meninggalkan pasti akan kehilangan jejak.
2. Apakah waktu bertugas harus/membaca bacaan yang wajib dalam
salat atau cukup dengan eling (ingat) kepada Allah saja.
3. Bagaimana salatnya orang yang sambil berjalan kaki?
Jawaban:
1.
Orang yang
dapat mengoperasikan komputer seperti yang anda maksudkan dalam pertanyaan,
sudah barang tentu tidak hanya satu orang: melainkan ada beberapa orang
sehingga karenaya dapat melakukan salat dengan bergantian tanpa harus
kehilangan jejak dari pesawat terbang musuh yang sedang dipantau. Bahkan dia
dapat melaksanakan salat jamaah sebagaiman pasukan muslim akan berangkat
kemedan pertempuran. Jika musuh yang dihadapi tidak berada di arah qiblat, maka
pasukan muslim itu di bagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama salat bersama
imam satu rakaat, kemudian menyelesaikan salatnya sendiri, lalu pergi
mengahadapi musuh. Sedangkan kelompok yang kedua yang semula menghadapi musuh,
datang kebelakang imam, lalu salat satu rakaat beserta imam, kemudian
menyelesaikan sendiri satu rakaat, lalu salam bersama imam.
Dasar pengambilan Kitab Attadzhib
halaman 82:
رَوَى البُخَرِيُّ (3900) وَمُسْلِمٌ (842) وَغَيْرَهُمَا, عَنْ
صَالِحِ بنِ خَوَّاتِ, عَمَّنْ شَهِدَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ, صَلَّى يَوْمَ ذَاتِ الرَّقَاعِ صَلاَ ةَ الخَوْفِ: اَنَّ طَائِفَةً
صَفَّتْ مَعَهُ, وَطَائِفَةٌ وُجَاهَ العَدُوِّ, فَصَلَّى بِالَّتِى مَعَهُ
رَكْعَةً, ثُمَّ ثَبَتَ قَائِمًا, وَأَ تَمُّوْا لاَنْفُسِهِمْ ثُمَّ
انْصَرَفُوْا, فَصَفُّوْا وُجَاهَ العَدُوِّ, وَجَاءَتْ ااطَّائِفَةُ الاُخْرَى
فَصَلَّى بِهِمْ رَكْعَةَ الَّتِى بَقِيَتِ مِنْ صَلاَ تِهِ, ثُمَّ ثَبَتَ
جَالِسًا, وَاَتَمُّوْا لاَنْفُسِهِمْ, ثُمَّ سَلَّمَ بِهِمْ.
(Fasal). Salat khouf itu ada tiga macam. Yang pertama apabila
musuh berada di arah qiblat mak imam membagi pasukanya menjadi dua kelompok.
Satu kelompok berdiri menghadapi musuh dan satu kelompok di belakang imam.
Kemudian imam salat dengan kelompok yang berada di belakangya, lalu kelompok
ini menyelesaikan salatnya sendiri kemudian pergi menghadapi musuh. Kemudian
kelommpok lain datang lalu imam salat bersama kelompok kedua ini satu rakaat
dan kelompok ini menyampurnakan sendiri dan imam bersalam beserta mereka.
Imam Al bukhori meriwayatkan (3900) dan Imam Muslim (842) dan selain keduanya, dari sahih Bin Khawwat, dari orang yang menyaksikan Rasulullah saw, melakukan salat pada peperangan Dzatu Riqo’ dengan salat khouf, bahwa satu kelompok berbaris di belakang beliau dan yang satu kelompokmenghadapi musuh. Kemudian beliau salat beserta kelompok yang di belakangnya satu rakaat, lalu beliau tetap dalam keadaan berdiri. Sedang kelompok yang di belakangnya menyempurnakan salat sendiri, lalu pergi dan berbaris menghadap musuh. Dan datanglah kelompok yamng lain, lalu kemudian beliau salat bersama mereka satu rakaat yang masih tersisa dalam salat beliau, lalu beliau tetap dalam keadaan duduk, sedang kelompok kedua ini menyempurnakan salatnya sendiri, kemudian beliau salam beserta mereka.
Imam Al bukhori meriwayatkan (3900) dan Imam Muslim (842) dan selain keduanya, dari sahih Bin Khawwat, dari orang yang menyaksikan Rasulullah saw, melakukan salat pada peperangan Dzatu Riqo’ dengan salat khouf, bahwa satu kelompok berbaris di belakang beliau dan yang satu kelompokmenghadapi musuh. Kemudian beliau salat beserta kelompok yang di belakangnya satu rakaat, lalu beliau tetap dalam keadaan berdiri. Sedang kelompok yang di belakangnya menyempurnakan salat sendiri, lalu pergi dan berbaris menghadap musuh. Dan datanglah kelompok yamng lain, lalu kemudian beliau salat bersama mereka satu rakaat yang masih tersisa dalam salat beliau, lalu beliau tetap dalam keadaan duduk, sedang kelompok kedua ini menyempurnakan salatnya sendiri, kemudian beliau salam beserta mereka.
2. Pertanyaan
yang kedua sudah terjawab pada pertanyaan pertama. Artinya, dalam keadaan
mengoperasikan komputer seperti tersebut dalam pertanyaan, dia tidak boleh
hanya dengan membaca bacaan salat atau eling saja, karena dia dapat melakukan
salat secara bergiliran.
3. Salat
sambil berjalan kaki sebagaimana dimaksudkan dalam firman Allah swt. Dalam surat Albaqarah ayat 238
dan 239, adalah salat dari orang yang sangat ketakutan beraada dimedan tempur
yang sedang berkecamuk. Dalam hal ini orng boleh melakukan salat semampu
mungkin, baik dengan berjalan atau naik kendaraan, menghadap kiblat atau tidak.
Dasar pengambilan Kitab At
Tadzhib halaman 83:
رَوَى البُخَارِيُّ (4261) عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ,
فِى وَصْفِهِ صَلاَةَ الخَوفِ: فَإن كَانَ خَوفٌ هُوَ أشَدُّ مِنْ ذَلِكَ, صَلُّوا
رِجَالاً قِيَامَا عَلَى أقْدَامِهِمْ, او رُكْبَانًا, مُسْتَقْبِلِى القِبْلَةِ
او غَيْرِ مُسْتَقْبِلِهَا. قَالَ مَالِكٌ: قَالَ نَافِعٌ: لاَ أرَى عَبْدِ اللهِ
بن عُمَرَ ذِكْرَ ذَلِكَ إلاَّ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمْ.
Imam al Bukhori meriwayatkan
hadist (4261) dari Ibn Umar ra dalam menerangkan sifat salat khauf: Jika
situasi peperangan adalah sangat menakutkan, maka salatlah kalian dalam keadaan
berjalan serta dengan berdiri diatas kaki mereka atau dengan naik kendaraan,
dengan menghadap kiblat atau dengan tidak menghadap kiblat. Imam Malik berkata:
Nafi berkata: Aku tidak melihat Abdullah Ibn Umar menuturkan hal tersebut,
kecuali bersumber dari Rasulullah saw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar